ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim
Fungsi niat dalam ibadah sangatlah penting. Karena itu setiap muslim harus senantiasa memperbaiki niat dalam ibadahnya, yaitu ikhlas untuk Allah semata.
‘Umar ibnul Khaththab radiallahu anhu berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam, bersabda:
“Amalan-amalan itu hanyalah tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang hanyalah mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Maka siapa yang amalan hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia peroleh atau karena wanita yang ingin ia nikahi maka hijrahnya itu kepada apa yang dia tujukan/niatkan.”
Hadits yang agung di atas diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari t dalam beberapa tempat di kitab Shahih-nya (hadits no. 1, 54, 2529, 3898, 5070, 6689, 6953) dan Al-Imam Muslim rahimahullah dalam Shahih-nya (no. 1908).
Al-Imam Ibnu Rajab Al-Hambali berkata tentang hadits ini : “Yahya bin Sa’id Al-Anshari bersendirian dalam meriwayatkan hadits ini dari Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, dari ‘Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi, dari ‘Umar ibnul Khaththab radiallahu anhu. Dan tidak ada jalan lain yang shahih dari hadits ini kecuali jalan ini. Demikian yang dikatakan oleh ‘Ali ibnul Madini dan selainnya.” Al-Khaththabi berkata: “Aku tidak mengetahui adanya perselisihan di kalangan ahli hadits dalam hal ini, sementara hadits ini juga diriwayatkan dari shahabat Abu Sa’id
Al-Khudri dan selainnya.” Dan dikatakan: Hadits ini diriwayatkan dari jalan yang banyak akan tetapi tidak ada satupun yang shahih dari jalan-jalan tersebut menurut para huffadz (para penghafal hadits).
Kemudian setelah Yahya bin Sa’id Al-Anshari banyak sekali perawi yang meriwayatkan darinya, sampai dikatakan: Telah meriwayatkan dari Yahya Al-Anshari lebih dari 200 perawi. Bahkan ada yang mengatakan jumlahnya mencapai 700 rawi, yang terkenal di antaranya Malik, Ats-Tsauri, Al-Auza‘i, Ibnul Mubarak, Al-Laits bin Sa‘ad, Hammad bin Zaid, Syu‘bah, Ibnu ‘Uyainah dan selainnya.
Ulama bersepakat menshahihkan hadits ini dan menerimanya dengan penerimaan yang baik dan mantap. Al-Imam Al-Bukhari membuka kitab Shahih-nya dengan hadits ini dan menempatkannya seperti khutbah/mukaddimah bagi kitab beliau, sebagai isyarat bahwasanya setiap amalan yang tidak ditujukan untuk mendapatkan wajah Allah subhanahu wata’ala maka amalan itu batil, tidak akan diperoleh buah/hasilnya di dunia, terlebih lagi di akhirat. Karena itulah berkata Abdurrahman bin Mahdi: “Seandainya aku membuat bab-bab dalam sebuah kitab niscaya aku tempatkan pada setiap bab hadits Umar tentang amalan itu dengan niatnya.” Beliau juga mengatakan: “Siapa yang ingin menulis sebuah kitab maka hendaknya ia memulai dengan hadits .” (Jam’iul ‘Ulum wal Hikam, karya Ibnu Rajab Al-Hambali, hal. 59-60. Muassasah Ar-Risalah, cet. ke-4, th. 1413 H/1993 M)
Hadits ini selain diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim, juga diriwayatkan para imam yang lain. Dan komentar tentang hadits ini kami cukupkan dengan menukil ucapan Ibnu Rajab Al-Hambali di atas karena terdapatnya kifayah (kecukupan/memadai).
PENJELASAN HADITS
Dari hadits di atas kita pahami bahwasanya setiap orang akan memperoleh balasan dari amalan yang dilakukan sesuai dengan niatnya. Dalam hal ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t telah berkata: “Setiap amalan yang dilakukan seseorang baik berupa kebaikan ataupun kejelekan tergantung dengan niatnya. Apabila ia tujukan dengan perbuatan tersebut niatan/maksud yang baik maka ia mendapatkan kebaikan, sebaliknya bila maksudnya jelek maka ia mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” Beliau juga mengatakan: “Hadits ini mencakup di dalamnya seluruh amalan, yakni setiap amalan harus disertai niat. Dan niat ini yang membedakan antara orang yang beramal karena ingin mendapatkan ridha Allah subhanahu wata’ala dan pahala di negeri akhirat, dengan orang yang beramal karena ingin dunia, baik berupa harta, kemuliaan, pujian, sanjungan, pengagungan dan selainnya.” (Makarimul Akhlaq, hal. 26 dan 27)
Di sini kita bisa melihat arti pentingnya niat sebagai ruh amal, inti dan sendinya. Amal menjadi benar karena niat yang benar dan sebaliknya amal menjadi rusak karena niat yang rusak.
Dinukilkan dari sebagian salaf ucapan mereka yang bermakna: “Siapa yang senang untuk disempurnakan amalan yang dilakukannya maka hendaklah ia membaikkan niatnya. Karena Allah subhanahu wata’ala memberi pahala bagi seorang hamba apabila baik niatnya, sampaipun satu suapan yang dia berikan (akan diberi pahala).”
Ibnul Mubarak rahimahullah berkata: “Berapa banyak amalan yang sedikit bisa menjadi besar karena niat dan berapa banyak amalan yang besar bisa bernilai kecil karena niatnya.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 71)
Perlu diketahui, suatu perkara yang sifatnya mubah, pelakunya bisa diberi pahala karena niat yang baik. Seperti orang yang makan dan minum. Jika ia niatkan perbuatan tersebut dalam rangka membantunya untuk taat kepada Allah subhanahu wata’ala dan bisa menegakkan ibadah kepada-Nya, maka orang tersebut akan diberi pahala. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan: “Perkara mubah pada diri orang-orang yang khusus dari kalangan muqarrabin (mereka yang selalu berupaya mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala) bisa berubah menjadi ketaatan dan qurubat (perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala) karena niat.” (Madarijus Salikin 1/107)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim (7/92) ketika menjelaskan hadits:
“Dan pada kemaluan salah seorang dari kalian (menggauli istri) ada sedekah.”
beliau menyatakan: “Dalam hadits ini ada dalil yang menunjukkan bahwasanya perkara-perkara mubah bisa menjadi amalan ketaatan dengan niat yang baik. Jima’ (bersetubuh) dengan istri bisa bernilai ibadah apabila seseorang meniatkan untuk menunaikan hak istri dan bergaul dengan cara yang baik terhadapnya sesuai dengan apa yang Allah subhanahu wata’ala perintahkan. Atau ia bertujuan untuk mendapatkan anak yang shalih, menjaga kehormatan diri atau istrinya, mencegah keduanya dari melihat perkara yang haram, berfikir kepada perkara haram atau berkeinginan melakukan perkara haram serta tujuan-tujuan tidak baik lainnya.” (Syarh Shahih Muslim, 3/44)
⏬⤵
http://salafybpp.com/index.php/nasehat/262-arti-sebuah-niat
📚 TIS ( طلب العلم الشرعي )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar