2 Ada Apa dengan Bulan Muharram?
-----------------
đŤ BULAN MUHARRAM BUKAN BULAN SIAL
................................................
Sebagian orang meyakini bulan Muharram sebagai bulan keramat yang tidak boleh dibuat acara dan bersenang-senang, sehingga banyak aktivitas tertentu yang ditunda atau bahkan dibatalkan. Lebih dari itu, mereka meyakini siapa yang mengadakan hajatan pada bulan ini akan ditimpa musibah dan malapetaka. Sebagai contoh adalah pernikahan, mereka enggan menikahkan putra putrinya di bulan ini karena khawatir ditimpa petaka dan kesengsaraan bagi kedua mempelai.
Ketika ditanya mengenai alasan mereka menilai bulan Muharram sebagai bulan keramat nan penuh pantangan, tidak ada jawaban berarti dari mereka, selain âBeginilah tradisi kamiâ atau âBeginilah yang diajarkan bapak-bapak kamiâ.
Sikap mengikuti tradisi atau leluhur tanpa bimbingan Islam adalah terlarang, bahkan sikap seperti ini termasuk sifat orang-orang jahiliyah dan penyembah berhala pada masa Rasulullah Shallallahu âalaihi wa sallam dan nabi-nabi sebelumnya. Allah âAzza wa Jalla menyebutkan di dalam Al-Qurâan tentang jawaban orang-orang Quraisy ketika diajak oleh Rasulullah Shallallahu âalaihi wa sallam untuk meninggalkan kesyirikan, kata mereka (yang artinya),
âSesungguhnya kami mendapati bapak-bapak (nenek moyang) kami menganut suatu agama (bukan agama yang engkau bawa âpent), dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.â (QS. Az-Zukhruf: 22)
Demikian pula Firâaun, ketika diajak oleh Nabi Musa âalaihis salam agar beriman kepada Allah âAzza wa Jalla, ia malah berkata (yang artinya,
âApakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya.â (QS. Yunus: 78)
Kemudian, anggapan sial untuk melakukan aktivitas tertentu, seperti hajatan dan semisalnya di bulan Muharram yang diyakini oleh keumuman masyarakat Jawa, dalam ajaran Islam disebut Tathoyyur atau Thiyaroh, yaitu meyakini suatu keburuntungan atau kesialan didasarkan pada kejadian, tempat, atau waktu tertentu.
Anggapan seperti ini sebenarnya sudah ada sejak zaman jahiliyah. Setelah Islam datang, maka ia dikategorikan ke dalam perbuatan syirik yang harus ditinggalkan. Allah Subhanahu wa Taâala berfirman (Artinya): âKetahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.â (QS. Al-Aâraf: 131)
đ Dalil yang menunjukkan bahwa Tathoyyur atau Thiyaroh termasuk kesyirikan adalah sabda Rasulullah Shallallahu âalaihi wa sallam,
âThiyaroh adalah kesyirikanâ, beliau mengulangnya sebanyak tiga kali.â (HR. Ahmad danAbu Daud, dari shahabat Abdullah bin Masâud radhiyallahu 'anhu)
â Apabila kita telah mengetahui bahwa anggapan sial atau keberuntungan seperti itu termasuk kesyirikan, maka kewajiban kita selanjutnya adalah menjauhinya dan menjauhkannya dari anak dan istri kita dari keyakinan tersebut. Sehingga kita beserta keluarga kita tidak terjerembab kedalam kubangan dosa besar yang paling besar, yaitu dosa syirik.
đĽsumber : http://manhajul-anbiya.net
â˘â˘â˘â˘â˘â˘â˘â˘â˘â˘â˘â˘â˘â˘â˘â˘
đ đ Majmu'ah Manhajul Anbiya
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar