Jumat, 30 Oktober 2015

ORANG YANG BERTAUBAT DARI PINJAMAN RIBAWI HARUSKAH MENGEMBALIKAN PINJAMAN TERSEBUT SEPENUHNYA

ORANG YANG BERTAUBAT DARI PINJAMAN RIBAWI HARUSKAH MENGEMBALIKAN PINJAMAN TERSEBUT SEPENUHNYA

📚 Fatwa Asy Syaikh Muhammad Ali Firkous Al Jazairy - hafizhahullah

🔑 Tanya:
Saya telah meminjam sejumlah uang dari bank–karena terpaksa – untuk membeli rumah yang dapat menaungi saya beserta keluarga, dan sekarang – alhamdulillah – saya telah mengetahui hukum syar’i, dan saya ingin bertaubat, maka apa kiranya yang bisa saya lakukan? Sebagai catatan saya belum
menyelesaikan pengembalian pinjaman tersebut secara sempurna. Jazakumullah khairan.

🔐 Jawab:
Hukum asal dalam dari pinjaman ribawi adalah haram dan batal (akadnya- pent),  berdasarkan firman Allah – ta’ala:

﴿ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺫَﺭُﻭﺍ ﻣَﺎ ﺑَﻘِﻲَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﺇِﻥْﻛُﻨﺘُﻢ ﻣُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ . ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻔْﻌَﻠُﻮﺍ ﻓَﺄْﺫَﻧُﻮﺍ ﺑِﺤَﺮْﺏٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠﻪ ِﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻭَﺇِﻥْ ﺗُﺒْﺘُﻢْ ﻓَﻠَﻜُﻢْ ﺭُﺅُﻭﺱُ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟِﻜُﻢْ ﻻَ ﺗَﻈْﻠِﻤُﻮﻥَ ﻭَﻻَ ﺗُﻈْﻠَﻤُﻮﻥَ﴾ ‏[ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ : ٢٧٨ ـ ٢٧٩ ‏]
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” [Al Baqarah: 278 – 279].

⏳ Sebagaimana pada asalnya tidak boleh bagi seorang muslim untuk tidak mengetahui hal yang sangat penting dari permasalahan-
permasalahan agama ataupun duniawi, dikarenakan wajibnya menuntut ilmu syar’i berdasarkan sabda Nabi – shallallahu ‘alaihi
wa sallam:
‏« ﻃَﻠَﺐُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢِ ﻓَﺮِﻳﻀَﺔٌ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ )« ١‏) ،
“menuntut ilmu sesuatu yang wajib bagi setiap muslim” (1)

💧Dan tidak boleh bagi seseorang untuk tidak mengetahui sesuatu yang secara otomatis telah dimaklumi merupakan bagian dari agama
( ﻣﻌﻠﻮﻣﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺑﺎﻟﻀﺮﻭﺭﺓ )
atau sesuatu yang telah masyhur (bahwa ia termasuk bagian dari agama – pent), oleh karenanya para ulama qawa’id meletakkan suatu kaidah yang kandungannya sebagai berikut:

‏« ﻻَ ﻳُﻘْﺒَﻞُ ﻓِﻲ ﺩَﺍﺭِ ﺍﻹِﺳْﻠَﺎﻡِ ﻋُﺬْﺭُ ﺍﻟﺠَﻬْﻞِ ﺑِﺎﻟﺤُﻜْﻢِ ﺍﻟﺸَّﺮْﻋِﻲِّ ‏» ؛
Tidaklah diterima uzur ketidak-tahuan terhadap hukum syar’i di negara Islam Maka ketika tidak ada kekuasaan syar’i dalam mengatur hukum-hukum yang berhubungan
dengan akad-akad, dari segi pembatalan akad dan mengembalikan kedua pihak yang menjalankan akad sebagaimana keadaan seperti sebelum terjadinya akad, dan dikarenakan tindakan riba yang dilakukannya–yang merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah subhanahu wa ta’ala – tidak dapat dikembalikan sebagaimana sebelum terjadinya akad, ketika tidak dapat terjadi semua hal tersebut maka akad disahkan karena darurat, bukan karena diakui dalam agama, dan dia menyempurnakan pengembalian sejumlah yang diwajibkan bank
atasnya tanpa berbuat aniaya.

⏳ Adapun (alasan) menjadikan pinjaman sebagai jalan keluar dari keadaan darurat, maka harus diperhatikan bahwa keadaan darurat (secara syari’at-pent) yaitu: seseorang sampai kepada
tingkatan yang hampir dia binasa padanya atau mendekati kebinasaan, maknanya apabila
dia mengerjakan suatu maksiat (untuk menghidari kebinasaan - pent), maka itu lebih ringan daripada meninggalkannya (karena dia akan terhindar dari kebinasaan-pent).

📑 Dan dalam permasalahan seperti ini maka untuk mengetahuinya (apakah telah sampai kepada derajat darurat atau belum – pent) dikembalikan kepada agama seseorang dalam
penentuan kadarnya dan seberapa besar permasalahan tersebut.
Maka apabila hakikat yang disebutkan oleh penanya bahwa dia berada dalam keadaan darurat yang memaksa, hampir-hampir dia binasa dalam hal agamanya, hartanya atau harga dirinya, maka hal itu boleh dilakukan (yaitu meminjam uang dari bank – pent) akan tetapi hanya sekadarnya.
Oleh karena itu ulama meletakkan suatu kaidah yang kandungannya:
‏« ﺇِﺫَﺍ ﺿَﺎﻕَ ﺍﻷَﻣْﺮُ ﺍﺗَّﺴَﻊَ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺍﺗَّﺴَﻊَ ﺿَﺎﻕَ ‏»
“apabila keadaan sulit maka dilapangkan, dan apabila keadaan lapang /mudah maka diperketat”
Dan juga kaidah lain:
‏« ﺍﻟﻀَّﺮُﻭﺭَﺍﺕُ ﺗُﺒِﻴﺢُ ﺍﻟﻤَﺤْﻈُﻮﺭَﺍﺕِ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﺗُﻘَﺪَّﺭُ ﺑِﻘَﺪْﺭِﻫَﺎ ‏»
“Keadaan-keadaan darurat dapat menjadikan halal perkara-perkara terlarang akan tetapi hanya sekadarnya”.(1)

📃 Kemudian ketahuilah bahwa suatu taubat haruslah berupa taubat yang murni dan tulus (taubat nasuha), yaitu dengan meninggalkan kemaksiatan tersebut dan seluruh kemaksiatan yang lainnya, dia bertekad kuat untuk tidak kembali melakukannya, dan mengiringi taubat tersebut dengan amal solih, berdasarkan firman Allah – subhanahu wa ta’ala:
﴿ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦ ﺗَﺎﺏَ ﻭَﺁﻣَﻦَ ﻭَﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻠًﺎ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﻓَﺄُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻳُﺒَﺪِّﻝُﺍﻟﻠﻪُﺳَﻴِّﺌَﺎﺗِﻬِﻢْ ﺣَﺴَﻨَﺎﺕٍ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻏَﻔُﻮﺭًﺍ
ﺭَﺣِﻴﻤًﺎ﴾ ‏[ ﺍﻟﻔﺮﻗﺎﻥ : ٧٠‏]
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh, maka mereka itulah orang yang Allah ganti kejelekan yang mereka lakukan dengan kebaikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al Furqan: 70]

📚 Dan barangsiapa yang jujur dalam bertaubat dari kemaksiatan maka akan Allah berikan petunjuk baginya kepada hal-hal yang mendatangkan kemenangan dan keselamatan di dunia dan akhirat, Allah – ta’ala –berfirman:

﴿ﻭَﺗُﻮﺑُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺟَﻤِﻴﻌًﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻤُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ
﴾ ‏[ ﺍﻟﻨﻮﺭ : ٣١‏] .

“dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung”
ﻭﺍﻟﻌﻠﻢ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﺁﺧِﺮُ ﺩﻋﻮﺍﻧﺎ ﺃﻥِ ﺍﻟﺤﻤﺪُ ﻟﻠﻪ ﺭﺏِّ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ،
ﻭﺻﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺤﻤَّﺪٍ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭﺇﺧﻮﺍﻧﻪ ﺇﻟﻰ
ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ، ﻭﺳﻠَّﻢ ﺗﺴﻠﻴﻤًﺎ .

📖 Al Jazair: 29 Jumadal Ula 1426 H Bertepatan dengan 6 Juli 2005 M
__________________________________
(1). HR Ibnu Majah di dalam “Al Muqaddimah” bab “Keutamaan Ulama dan Hasungan untuk Menuntut Ilmu” (224) dari hadits Anas I dishohihkan Al Albani dalam “Shohihul Jami’” (3914).

(2). Dan dalam perkara ini hendaknya masing-masing mengkonsultasikan keadaannya kepada ahlul ilmi dan asatidzah untuk mengetahui apakah
keadaanya secara syar’i telah dikategorikan sebagai keadaan darurat ataukah belum (pent).

🌍Sumber fatwa:
http://ferkous.com/home/?q=fatwa-235

⏳Di publikasikan :
ahlussunnahtarakan.blogspot.co.id/2015/10/orang-yang-bertaubat-dari-pinjaman.html?m=1

✒✔Alih bahasa:
Al-Ustadz Abu Ahmad Purwokerto

🎓Lihat postingan lainnya :

ahlussunnahtarakan.blogspot.co.id
Dan
www.salafymedia.com

📚___" Berbagi Ilmu Syar'i " ____⏳

------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar