Zikir zikir Pagi dan Petang
Al-Ustadz Idral Harits حفظه الله
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ ذِكۡرٗا كَثِيرٗا ٤١ وَسَبِّحُوهُ بُكۡرَةٗ وَأَصِيلًا ٤٢
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (al-Ahzab: 41—42)
Allah subhanahu wa ta’ala memerintah kaum mukminin agar banyak-banyak mengingat-Nya dengan membaca tahlil, tahmid, tasbih, takbir, dan ucapan lain yang mendekatkan diri kepada Allah. Minimalnya, seorang mukmin selalu membaca zikir pada pagi dan petang, seusai shalat fardhu, dan ketika ada sebab atau ada sesuatu yang mengenainya. Seharusnya dia tetap berzikir, setiap saat, dalam setiap keadaan.
Sesungguhnya zikir adalah ibadah yang membuat pelakunya menjadi yang terdepan, dalam keadaan ia beristirahat (tidak melakukan aktivitas). Zikir juga mengajaknya mencintai Allah dan mengenal-Nya, menjadi bekal kebaikan, dan menahan lisannya dari ucapan yang buruk.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَسَبِّحُوهُ بُكۡرَةٗ وَأَصِيلًا
“Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang,” yakni pada permulaan dan penghujung hari, disebabkan keutamaan kedua waktu ini dan mudahnya zikir dikerjakan pada waktu-waktu tersebut.
Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda,
كُلُّ سُلَامَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ
“Setiap persendian manusia itu ada kewajiban sedekahnya.”[1]
Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata, “Secara lahiriah, hadits ini menunjukkan bahwa rasa syukur dengan mengerjakan sedekah ini wajib atas setiap muslim, setiap hari….”[2]
Sungguh, terlalu banyak kesenangan yang telah dilimpahkan oleh Allah تعالى kepada kita. Kenikmatan yang ada di sebagian tubuh kita, yaitu jari-jemari tangan kita, tidak mampu kita menghitungnya, apalagi mensyukurinya secara sempurna. Di sisi lain, karunia yang diberikan kepada kita ini sering kita kufuri, dalam wujud amalan yang sia-sia sampai pada perbuatan dosa. Wallahul musta’an.
Oleh sebab itu, dengan penuh kesadaran, kita kembali datang menghadap kepada Allah, mengakui kelemahan dan kesalahan kita. Selain itu, kita memperbaiki diri dengan memperbanyak amalan yang semoga dapat menutupi kesalahan yang ada.
Pada beberapa edisi yang lalu telah kami uraikan makna sebagian bacaan zikir yang selalu kita amalkan. Pada edisi ini, akan kami uraikan bacaan zikir yang disebutkan dalam hadits di bawah ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
مَنْ قَالَ إذَا أَصْبَحَ: رَضِيتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا؛ فَأَنَا الزَّعِيمُ لَآخُذَنَّ بِيَدِهِ حَتَّى أُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ
“Siapa yang pada pagi hari mengucapkan, ‘Aku ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad (shallallahu ‘alaihi wassalam) sebagai nabi’, aku menjamin bahwa aku sungguh akan memegang tangannya sampai memasukkannya ke surga.”[3]
Ungkapan dalam hadits di atas adalah salah satu bacaan zikir yang dianjurkan untuk dibaca setiap hari. Sebagian ulama memasukkannya dalam bab zikir pagi dan sore. Akan tetapi, sebagaimana terlihat di sini, bacaan ini dibatasi hanya pada waktu pagi. Wallahu a’lam.
Makna Hadits
Perkataan beliau,رَضِيتُ بِاللهِ رَبًّا (Aku ridha Allah sebagai Rabb).
Rabb, secara mutlak (bebas; tidak dikaitkan dengan kata lain), adalah salah satu nama di antara nama-nama Allah yang Mahaindah (Asma’ul Husna).
Nama Allah subhanahu wa ta’ala ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memiliki sifat rububiyyah, yaitu bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah Murabbi (Yang Mencipta, Memelihara, Memberi rezeki, dan Mengatur) semua yang ada di alam ini.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat al-Fatihah,
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.”
Ayat ini adalah pujian bagi Allah subhanahu wa ta’ala, sekaligus penjelasan bahwa Allah satu-satunya yang menciptakan dan mengatur alam semesta ini serta memberikan kenikmatan. Ayat ini juga menunjukkan kesempurnaan sifat Ma
hakaya-Nya, yakni
Dia tidak bergantung dan tidak berhajat kepada makhluk-Nya dari sisi mana pun. Justru makhluk-Nya yang bergantung kepada-Nya dan sangat memerlukan bantuan-Nya demi kelangsungan dan keberadaan mereka.
Sabda beliau,وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا (Islam sebagai agama).
Islam secara umum adalah agama yang dibawa oleh para nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam pengertian ini, Islam adalah penyerahan diri secara total kepada Allah satu-satunya dengan menauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan menjalankan semua ketaatan, dan berlepas diri/menjauh dari kesyirikan dan para pengusungnya. Dengan demikian, orang-orang yang beriman dan mengikuti para nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah muslim.
Adapun dalam pengertian khusus, Islam adalah ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam . Agama ini menutup dan menghapus ajaran para nabi sebelum beliau.
Kata din bisa bermakna amal atau ibadah (seperti doa dan lain-lain), dan bisa bermakna balasan atau ganjaran (pahala atau siksa). Di sini, din bisa juga diartikan sebagai keyakinan atau ketundukan.
Meridhai Islam sebagai agama artinya ridha terhadap semua hukum, perintah, dan larangan yang ada di dalam Islam, baik diwujudkan dalam bentuk keyakinan maupun dalam bentuk sikap yang menampakkan ketundukan.
Wallahu a’lam.
Sabda beliau, وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا (dan Muhammad [shallallahu ‘alaihi wa sallam] sebagai nabi).
Meridhai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai nabi artinya mengimani bahwa beliau adalah nabi yang membawa risalah dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada seluruh umat manusia. Adapun meridhai sesuatu artinya merasa puas dan cukup dengan sesuatu tersebut.
Wallahu a’lam.
Selengkapnya http://qonitah.com/zikir-zikir-pagi-dan-petang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar