RENUNGAN UNTUK IKHWAN LENDAH
( Edisi 19 )
Bandar Udara di Manado tak ubahnya dengan bandara-bandara di kota lain. Menara pengawas, gedung terminal, landasan pacu, gerbang barata, radar yang berputar-putar, serta suara dari speaker yang memberikan informasi dan berbagai aktifitas lainnya. Tapi dari sekian hal itu, ada satu yang menarik perhatian saya. Sebuah tulisan yang melekat di dinding atas bandara bagian depan, "Si Tou Timou Tumou Tou”.
Saya sempat menanyakan makna dari kata-kata tersebut, namun jawaban dari ikhwan-ikhwan ternyata berbeda-beda. Ada yang mengatakan artinya adalah kita semua saling bersaudara. Ikhwan lain menyela dan menyatakan artinya adalah selamat datang dan selamat jalan. Arti lain yang disebutkan adalah manusia hidup untuk memanusiakan yang lain. Entahlah, mana yang benar.
Akan tetapi yang pasti dari tulisan dan percakapan kecil itu, mengingatkan saya akan kebesaran Allah Ta'ala yang telah menciptakan bahasa manusia dengan aneka ragam dan macamnya. Kita sendiri tidak akan mungkin bisa memastikan ada berapa macam bahasa yang digunakan oleh manusia di bumi ini. Saya teringat dengan sebuah ayat didalam surat Ar Ruum yang menjelaskan bahwa keaneka-ragaman bahasa merupakan salah satu tanda kebesaran Allah.
Dari sisi apa? Marilah kita terus belajar agama agar mampu menjawabnya.
Sebenarnya sejak awal dihubungi oleh Panitia Penyelenggara Kajian Islam Manado, saya sudah merasa grogi. Karena disana ada Ustadz Adnan Abdul Majid Mampa Hafidzahulloh. Dimana beliau, yang kini menjadi Pembina Dakwah Salafiyyah di Manado, terhitung sebagai sesepuh. Saya masih ingat betul ketika semasa di Yaman, anak-anak remaja termasuk saya, sering meminta nasehat dan bimbingan dari beliau.
Namun, dengan niatan berkunjung guna mempererat ukhuwah, rasa grogi itu berusaha saya lawan.
Benar saja. Ustadz Adnan ikut serta menjemput saya ke Bandara. Bagi saya, Demi Alloh apa yang beliau lakukan ini adalah sebuah pembelajaran tentang praktek nyata sebuah sikap tawadhu. Saya dulu masih ingusan, disaat beliau telah hidup dalam kemuliaan thalabul ilmi.
Pada Jum'at pagi pekan kemarin, saya benar-benar telah memperoleh pelajaran yang sangat berharga, yakni pelajaran tentang sebuah kerendahan hati dari seorang yang sebenarnya jauh lebih pantas untuk saya muliakan. Baarakalloh fik Ustadz. Semoga saya bisa mencontoh keteladanan yang antum berikan.
Tempat yang dipergunakan sebagai lokasi istirahat adalah rumah kediaman Ustadz Adnan. Anggota keluarga beliau “ungsikan”, kemudian rumah tersebut diubah sedemikian rupa menjadi semacam base camp. Beberapa ikhwan yang ditugaskan menemani, ikut menginap di rumah tersebut. Letaknya yang masih terbilang dipusat kota, menjadi wajar saja bila suasana terkesan bising dan ramai.
ooooo_____ooooo
Sejak dahulu, saya telah memperoleh informasi bahwa Manado termasuk kota yang mayoritas penduduknya kristen. Hal itu ternyata benar. Hampir di setiap sudut kota dan traffict light terdapat bangunan gereja. Belum lagi di sepanjang jalan protokol dan ruas jalan dalam kota. Bisa dikata setiap beberapa ratus meter, berdiri tegak bangunan gereja.
Di beberapa titik, kaum muslimin hidup dengan membentuk wilayah dan komunitas sendiri. Suku Bugis, Makassar dan Gorontalo yang terkenal sebagai pemeluk Islam mengambil peran yang cukup besar hingga terbentuknya kampung-kampung muslim. Tanpa menafikan suku-suku lainnya tentu.
Untuk kota Manado, kini prosentase umat Islam terus meningkat. Dari yang semula minoritas, sekarang ini beranjak sampai sebanding dan seimbang. Adapun wilayah Sulawesi Utara di luar kota Manado, umat Islam tetap terhitung sedikit. Bahkan sangat minoritas.
Nah, di daerah yang semacam itu gambaran kecilnya, dakwah Salafiyyah terus bergeliat. Tidak dapat dipungkiri bahwa gerak laju dakwah Salafiyyah di Manado selalu dikaitkan dengan kembalinya Ustadz Adnan dari negeri Yaman kurang lebih sepuluh tahun yang lalu. Keluarga besar beliau memberikan support dan dukungan. Sebuah keberuntungan dakwah yang besar jika keluarga telah mendukung.
Dakwah Salafiyyah bersinar di tengah-tengah masyarakat kristen yang dominan. Gema dan cahayanya berpendar hingga ke pelosok daerah.
Pulau Sangihe atau pulau Sangir adalah salah satu pulau terluar bagian utara Indonesia. Disana ada ikhwan Salafy. Danau Tondano yang terletak di basis wilayah kristen Minahasa, disana ada sebuah perkampungan kecil umat Islam. Setidaknya ada tiga ikhwan Salafy yang berasal dari sana. Subhaanallah! Dakwah Salafiyyah adalah dakwah penuh barakah. Dakwah yang menjadi impian sekian banyak orang. Bersyukurlah Anda yang telah mengenal dan menekuni dakwah Salafiyyah.
Para peserta Kajian berdatangan dari berbagai penjuru. Barangkali yang terjauh dari Gorontalo. Beberapa puluh ikhwan Salafy dari Gorontalo ikut menginap selama Kajian diselenggarakan. Kata mereka, jarak Manado-Gorontalo kurang lebih 500 Km. Masya Allah! Demi mencari keutamaan ilmu dan demi meraup pahala dari majelis ilmu, perjalanan sejauh itu ditempuh penuh kesabaran oleh mereka. Baarakalloh fihim.
Sebagai bentuk apresiasi saya kepada mereka, di Sabtu sore saya sempatkan untuk mengunjungi lokasi menginap mereka untuk sekadar menyapa dan berbincang-bincang ringan. Sungguh bahagia dan terharu rasanya ketika bisa bercakap-cakap dengan mereka, yang secara nyata telah “memberi nasehat” untuk kita tentang "perjuangan yang sebenarnya" dalam menuntut ilmu agama. Sedih rasanya jika melihat mereka yang jaraknya dari majlis ilmu hanya sekilo, dua kilo atau lima kilometer, lalu tidak tergugah untuk menghadirinya.
Kota Bitung juga menyumbang jumlah peserta yang lumayan. Ikhwan-ikhwan dari Kotamobagu, saya sempat berkenalan dengan beberapa dari mereka. Seorang dokter yang bertugas di RS Amurang, sebuah daerah di Minahasa Selatan, saya minta untuk menemani. Kenapa? Ternyata Dokter tersebut dahulu kuliah di UNS Solo, sehingga saya dan beliau sudah saling kenal cukup dekat. Kami disatukan oleh kajian-kajian Salafy.
Selama tiga hari dalam kebersamaan bersama ikhwan-ikhwan Manado dan sekitarnya, ada sebuah kesimpulan sederhana yang dapat saya tangkap. Yaitu derap laju dakwah Salafiyyah terus bergerak dan berkembang. Ditengah kehausan dan kekeringan spriritual kaum muslimin, dakwah Salafiyyah seakan menjadi tetesan-tetesan air yang menyegarkan.
Oleh sebab itu, marilah segera bergabung dalam pengembangan dakwah Salafiyyah dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing.
Sedih rasanya jika permintaan Kajian dari beberapa tempat akhirnya ditolak. Bukan karena tidak mau. Tetapi waktu yang benar-benar padat. Sedih juga rasanya pada saat permohonan khutbah Jum'at tidak dapat dipenuhi. Kenapa? Karena kita kekurangan tenaga.
Sungguh ada harapan besar untuk anak-anak kita yang kini sedang belajar di pesantren-pesantren Salafy. Mudah-mudahan Allah membimbing mereka sehingga ke depannya nanti menjadi para pejuang tangguh di medan dakwah.
Anda punya anak di pesantren? Tolong jaga mereka. Bimbing mereka. Pacu dan motivasi mereka dalam belajar. Jalinlah komunikasi sebaik-baiknya dengan anak Anda. Perkuat hubungan hati antara Anda dengan anak Anda. Panjatkanlah doa-doa kebaikan untuk mereka. Jangan menunggu saat anak Anda bermasalah, baru kemudian Anda berdoa. Baru kemudian Anda bertanya, ”Ustadz, bagaimana cara membangun komunikasi dengan anak?”
Saudaramu dijalan Allah
Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz
20 April 2016
Lendah Kulonprogo
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
http://tlgrm.me/kajianislamlendah
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
0 Response to "Bahagia Berjumpa Dengan Saudara Seiman di Manado"
Posting Komentar