Rabu, 13 April 2016

Etika dalam Bercanda

Bercanda Ada Etikanya

Al-Ustadz Abdul Mu’thi Sutarman, Lc.

Bercanda atau bersenda gurau adalah salah satu bumbu dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat. Ia terkadang diperlukan untuk menghilangkan kejenuhan dan menciptakan keakraban, namun tentunya bila disajikan dengan bagus sesuai porsinya dan melihat kondisi yang ada. Sebab, setiap tempat dan suasana memang ada bahasa yang tepat untuk diutarakan. Khalil bin Ahmad berkata, “Manusia dalam penjara (terkekang) apabila tidak saling bercanda.” Pada suatu hari, al-Imam asy-Sya’bi rahimahullah bercanda, maka ada orang yang menegurnya dengan mengatakan, “Wahai Abu ‘Amr (kuniah al-Imam asy-Sya’bi, -red.), apakah kamu bercanda?” Beliau menjawab, “Seandainya tidak seperti ini, kita akan mati karena bersedih.” (al-Adab asy-Syar’iyah, 2/214) Namun, jika sendau gurau ini tidak dikemas dengan baik dan menabrak norma-norma agama, bisa jadi akan memunculkan bibit permusuhan, sakit hati, dan trauma berkepanjangan. Pada dasarnya, bercanda hukumnya boleh, asalkan tidak keluar dari batasanbatasan syariat.

Sebab, Islam tidak melarang sesuatu yang bermanfaat dan dibutuhkan oleh manusia sebagaimana Islam melarang hal-hal yang membahayakan dan tidak diperlukan oleh manusia. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bergaullah kamu dengan manusia (namun) agamamu jangan kamu lukai.” (Shahih al-Bukhari, Kitabul Adab)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamdan Para Sahabat Bercanda Manakala kita membuka kembali lembaran sejarah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, kita akan mendapati bahwa beliau adalah sosok yang bijak dan ramah dalam pergaulan. Beliau bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya dan mendudukkan orang sesuai kedudukannya. Beliau berbaur dengan sahabat dan bercanda dengan mereka. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Nabi nbergaul (dekat) dengan kita. Sampai-sampai beliau mengatakan kepada adikku yang masih kecil, ‘Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan oleh an-Nughair?’.” (Shahih al-Bukhari no. 6129)

An-Nughair adalah burung kecil sebangsa burung pipit. Alkisah, Abu Umair ini dahulu bermain-main dengan burung kecil miliknya. Pada suatu hari burung itu mati dan bersedihlah dia karenanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengetahui hal itu mencandainya agar tenteram hatinya dan hilang kesedihannya. Maha benar Allah Subhanahu wata’ala ketika berfirman,

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya kamu benarbenar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)
Memang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sangat dekat dengan para sahabatnya sehingga tahu persis kebutuhan dan problem yang mereka hadapi, kemudian beliau membantu mencarikan jalan keluarnya. Masih kaitannya dengan senda gurau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, ada beberapa riwayat yang diabadikan oleh ulama hadits, di antaranya:

1. Dari Anas bin Malik, ia berkata,
“Sungguh, ada seorang lelaki meminta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sebuah kendaraan untuk dinaiki. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, ‘Aku akan memberimu kendaraan berupa anak unta.’ Orang itu (heran) lalu berkata, ‘Apa yang bisa saya perbuat dengan anak unta itu?’ Nabi n bersabda, ‘Bukankah unta betina itu tidak melahirkan selain unta (juga)?’.”(HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dalam al- Misykatno. 4886)

Orang ini menyangka bahwa yang namanya anak unta mesti kecil, padahal kalau sedikit berpikir, dia tidak akan menyangka seperti itu, karena unta yang dewasa juga anak dari seekor unta. Dalam hadits ini, di samping mencandai orang tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamjuga memberi bimbingan kepadanya dan yang lainnya agar orang yang mendengar suatu ucapan seyogianya mencermati lebih dahulu dan tidak langsung membantahnya, kecuali setelah tahu secara mendalam maksudnya. (Tuhfatul Ahwadzi 6/128)

_Bersambung, insya Allah....._

🔬Sumber:
Asysyariah.com

=====*****=====
📶 Publikasi:
📖 WA Salafy Solo
📮Channel Salafy Solo
Https://tlgrm.me/salafysolo
Rajab 1437 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar