Senin, 11 Juli 2016

AWAS DUKUN TUKANG RAMAL PENCIDUK AGAMA DAN HARTA BAG 1

AWAS, DUKUN & TUKANG RAMAL, PENCIDUK AGAMA DAN HARTA (BAG. 1)

Kebodohan identik dengan kesesatan. Karenanya, orang yang bodoh terhadap agama akan mudah ditipu, sekalipun oleh orang yang bodoh pula. Di antaranya adalah perilaku para dukun –yang sebenarnya mereka adalah orang-orang bodoh– yang mengaku mengetahui perkara-perkara gaib. Dengan pengakuannya itu mereka berhasil menipu demikian banyak kaum muslimin yang jauh dari agamanya. Seandainya setiap kaum muslimin tahu bahwa hanya Allah saja yang mengetahui perkara gaib, tentu mereka akan mudah mematahkan tipu daya dukun sang pendusta. Inilah antara lain pentingnya kita belajar akidah Islam yang benar.

📌 Bahaya Kejahilan

Kejahilan terhadap syariat terkadang menjadikan seseorang bersifat gegabah, serampangan, dan tergesa-gesa dalam berbuat. Ia dengan mudah melakukan sesuatu padahal akan memudaratkan dirinya. Betapa sering, karena kejahilan, seseorang terjatuh ke dalam perbuatan kufur dan kesyirikan, bid’ah, pengingkaran terhadap sesuatu yang sudah jelas ada nashnya dalam syariat dan terjatuh dalam berbagai bentuk kemaksiatan.

Kita saksikan sekeliling kita. Ada orang yang hanya bermodal bisa memimpin zikir dan membaca doa, ia posisikan dirinya sebagai orang yang terpandang walaupun buta terhadap ilmu agama. Ada pula orang yang gemar berceloteh di panggung-panggung dan di mimbar-mimbar, merasa dirinya seakan da’i yang tidak tertandingi, padahal dia tidak memiliki ilmu agama kecuali hanya sedikit saja.

Allah subhanahu wa ta’ala telah banyak menjelaskan di dalam ayat-Nya tentang bahaya kejahilan, di antaranya:

1⃣ Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang kaum Nabi Musa ‘alaihissalam:

قَالُواْ يَٰمُوسَى ٱجۡعَل لَّنَآ إِلَٰهٗا كَمَا لَهُمۡ ءَالِهَةٞۚ قَالَ إِنَّكُمۡ قَوۡمٞ تَجۡهَلُونَ ١٣٨

“Mereka (Bani Israil) mengatakan, ‘Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah sesembahan (berhala) sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan.’ Musa menjawab, ‘Sesungguhnya kalian adalah kaum yang tidak mengetahui.” (al-A’raf: 138)

Al-Imam asy-Syaukani rahimahullah mengatakan, “Allah menyifati Bani Israil dengan kejahilan karena mereka mengetahui bukti-bukti kekuasaan Allah, yang mestinya hal itu tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk meminta (sesuatu yang hanya mampu dilakukan Allah) kepada selain Allah. Akan tetapi mereka terkenal sangat keras penentangannya, tinggi kejahilannya dan orang-orang yang tidak memiliki pendirian.” (Fathul Qadir, hlm. 586)

2⃣ Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

أَئِنَّكُمۡ لَتَأۡتُونَ ٱلرِّجَالَ شَهۡوَةٗ مِّن دُونِ ٱلنِّسَآءِۚ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡمٞ تَجۡهَلُونَ ٥٥

“Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk memenuhi nafsu kalian bukan (mendatangi) wanita, sesungguhnya kalian adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatan kalian).” (an-Naml:55)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Bagaimana kalian sampai melakukan demikian terhadap syahwat kalian. Kalian melampiaskannya kepada kaum pria melalui dubur mereka, padahal itu tempat keluar kotoran. Dan kalian meninggalkan apa yang Allah ciptakan buat kalian dari wanita-wanita, yaitu tempat-tempat yang baik di mana setiap manusia telah difitrahi untuk condong kepadanya. Demikianlah bila urusan telah terbalik, kalian menganggap yang jelek itu baik dan yang baik itu jelek, akan tetapi kalian tidak mengetahui artinya. Kalian melanggar batasan-batasan Allah dan melanggar larangan-larangan-Nya.” (Tafsir as-Sa’di hlm. 556)

3⃣ Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قَالَ هَلۡ عَلِمۡتُم مَّا فَعَلۡتُم بِيُوسُفَ وَأَخِيهِ إِذۡ أَنتُمۡ جَٰهِلُونَ ٨٩

“Yusuf berkata, ‘Apakah kalian mengetahui (kejelekan) apa yang kalian telah lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kalian tidak mengetahui akibat perbuatan kalian itu.” (Yusuf: 89)

Ayat ini menjelaskan satu bentuk alasan yang mengakibatkan saudara-saudara Nabi Yusuf terjatuh dalam perbuatan yang tidak sepantasnya terjadi, atau ayat ini merupakan sebuah cercaan terhadap saudara-saudara Nabi Yusuf karena mereka melakukan perbuatan-perbuatan orang jahil.

4⃣ Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قُلۡ أَفَغَيۡرَ ٱللَّهِ تَأۡمُرُوٓنِّيٓ أَعۡبُدُ أَيُّهَا ٱلۡجَٰهِلُونَ ٦٤

“Katakanlah: Apakah kalian menyuruh aku untuk menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (az-Zumar: 64)

Di dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatakan kepada oang-orang jahil (tentang perkataan mereka yang sesat –red.). Perintah orang-orang kafir kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyembah selain Allah subhanahu wa ta’ala itu didasari oleh kejahilan. Jika mereka berilmu tentang Allah subhanahu wa ta’ala yang Maha sempurna dari semua sisi, niscaya mereka tidak akan memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal itu.

Masih banyak lagi ayat semakna yang menjelaskan bahwa kejahilan merupakan sumber malapetaka.

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Rukun kekufuran ada empat yaitu sombong, hasad, marah, dan syahwat.

Sifat sombong akan mencegah seseorang untuk tunduk, hasad menghalangi untuk menerima nasihat, marah akan menghalangi untuk berbuat adil, dan syahwat akan menghalangi untuk konsentrasi dalam beribadah.

Apabila hancur fondasi kesombongan akan mudah baginya untuk tunduk; apabila fondasi hasad runtuh maka akan mudah baginya menerima nasihat dan melaksanakannya. Bila fondasi marah runtuh maka akan mudah baginya untuk berbuat adil dan tawadhu’ dan bila fondasi syahwat itu hancur maka akan mudah baginya untuk bersabar, menahan diri dari maksiat serta istiqamah dalam beribadah.

Memindahkan sebuah gunung dari tempatnya lebih ringan, gampang dan mudah dibanding menghilangkan keempat perkara ini bagi orang yang telah terkena. Lebih-lebih bila semua telah menjadi perilaku dan tabiat yang mendarah daging.

Bersamaan dengan itu, tidak akan lurus amalan apa pun yang dibangun di atasnya dan amalan-amalan tersebut tidak akan dapat membersihkan dirinya. Setiap kali dia membangun sebuah amalan, maka akan diruntuhkan oleh keempat perkara tersebut, dan segala macam penyakit bermuara darinya.

Bila keempat perkara tersebut menancap di dalam hati maka akan menampilkan kebatilan sebagai kebenaran, kebenaran sebagai kebatilan, ma’ruf dalam bentuk mungkar dan mungkar dalam bentuk ma’ruf, dan dunia akan mendekatinya sedangkan akhirat akan menjauh darinya.

Bila kamu meneliti kekufuran umat terdahulu (kamu akan menjumpai –pen.) semuanya bermuara dari keempat perkara tersebut. Besar kecilnya sebuah azab tergantung dari besar dan kecilnya keempat sifat tersebut.

Barang siapa membiarkan keempat rukun kekufuran tersebut pada dirinya, dia telah membuka pintu kejahatan pada dirinya. Barang siapa menutupnya, akan tertutup pintu-pintu kejahatan pada dirinya.

Keempat perkara di atas akan menyebabkan seseorang terhalang untuk tunduk, ikhlas, bertaubat, menerima kebenaran, menerima nasihat dari saudaranya, dan tawadhu’ di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala dan di hadapan makhluk.

Keempat sifat tersebut disebabkan kejahilan tentang Rabbnya dan kejahilan tentang dirinya. Jika dia mengetahui Allah subhanahu wa ta’ala dengan sifat-sifat-Nya yang Maha sempurna dan Agung, serta dia mengetahui tentang dirinya yang penuh kelemahan dan serba kekurangan, niscaya dia tidak akan menyombongkan diri, tidak akan marah, dan tidak akan iri hati kepada siapa pun yang telah mendapatkan anugerah dari Allah subhanahu wa ta’ala.” (al-Fawaid, hlm. 174—175)

Al-Imam Mujahid rahimahullah dan selain beliau mengatakan, “Setiap orang yang bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala baik sengaja atau tidak, dia adalah orang jahil sampai dia bertaubat.”

Al-Imam Qatadah rahimahullah meriwayatkan dari Abu ‘Aliyah, ia mengatakan tentang para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka berkata, “Setiap dosa yang dilakukan oleh seorang hamba, asasnya adalah kejahilan.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir)

Abdur Razzaq rahimahullah berkata, Ma’mar telah menyampaikan kepada kami dari Qatadah bahwa ia berkata, “ Para sahabat telah ijma’ (bersepakat) bahwa segala kemaksiatan dasarnya adalah kejahilan, baik disengaja ataupun tidak.”

Ibnu Juraij rahimahullah berkata, Abdullah bin Katsir menyampaikan kepadaku dari Mujahid bahwa ia berkata, “Setiap pelaku kemaksiatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala adalah dalam keadaan jahil ketika melakukannya.”

Ibnu Juraij rahimahullah juga berkata, ‘Atha bin Abi Rabbah telah menyampaikan kepadaku ucapan yang sejenis.

Abu Saleh rahimahullah berkata (riwayat) dari Ibnu ‘Abbas rahimahullah: “Kejahilan seseorang akan menyebabkan dia melakukan kejahatan.” (Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir-nya, 1/572)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata di dalam Tafsir beliau, kejahilan yang dimaksud adalah, “Kejahilan tentang akibat perbuatan itu, kejahilan tentang sebuah amalan yang akan mengundang murka Allah subhanahu wa ta’ala dan azab-Nya, kejahilan dirinya tentang pantauan Allah dan penglihatan-Nya, kejahilan tentang amalan yang akan merugikan iman atau menghilangkannya. Berdasarkan tinjauan ini, maka setiap orang yang bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dia adalah orang jahil walaupun dia berilmu tentang keharaman.”

(Bersambung, insya Allah)

🔼 Dikutip dari :
http://asysyariah.com/awas-dukun-tukang-ramal-penciduk-agama-dan-harta-bagian-1/

✍ Ditulis oleh :
Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah an-Nawawi hafidzahullahu ta'ala

〰〰〰〰〰〰〰
📚🔰Salafy Kendari || http://bit.ly/salafy-kendari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar