HUKUM MENGANGKAT TANGAN PADA TAKBIR-TAKBIR JENAZAH DAN DUA SHALAT ‘IED (IEDUL FITHRI DAN IEDUL ADHA)
deret
Mengangkat Kedua Tangan pada Takbir-Takbir Shalat Jenazah
Para ulama sepakat bahwa disyariatkan mengangkat kedua tangan pada takbir yang pertama dalam shalat jenazah.(1)
Dan yang terjadi perselisihan di kalangan para ulama adalah tentang hukum mengangkat tangan pada takbir kedua dan seterusnya. Dalam hal ini ada dua pendapat yang masyhur:
Pendapat pertama: mengatakan bahwa tidak disyariatkan mengangkat kedua tangan, kecuali pada takbir yang pertama. Ini adalah pendapat Sufyan Ats-Tsauri dan Abu Hanifah. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu Hazm dan Asy-Syaukani. Adapun Imam Malik, diperselisihkan tentang pendapat beliau.(2)
Pendapat kedua: mengatakan bahwa disyariatkan mengangkat kedua tangan pada setiap kali takbir. Ini adalah pendapat Salim bin Abdillah bin Umar, Umar bin Abdil Aziz, Atha’, Yahya bin Sa’id, Qais bin Abi Hazim, Az-Zuhri, Ahmad, Ishaq, Asy-Syafi’i, Al-Auza’i, Abdullah bin Mubarak, dan dikuatkan oleh Ibnul Mundzir dan An-nawawi. At-Tirmidzi menyandarkan pendapat ini kepada kebanyakan ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi Shallahu alaihi wasallam.(3)
Hujjah (alasan) pendapat pertama:
Adapun hujjah pendapat pertama adalah beberapa dalil:
1- Hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ عَلَى جَنَازَةٍ فَرَفَعَ يَدَيْهِ فِي أَوَّلِ تَكْبِيرَةٍ وَوَضَعَ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى
“Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertakbir dalam shalat jenazah, lalu beliau mengangkat kedua tangannya pada awal takbir, dan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.”(4)
2- Hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ عَلَى الْجَنَازَةِ فِى أَوَّلِ تَكْبِيرَةٍ ثُمَّ لاَ يَعُودُ
“Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya pada shalat jenazah pada takbir pertama, kemudian beliau tidak mengulanginya.”(5)
3- Mereka juga mengatakan: setiap takbir sama kedudukannya seperti raka’at, dan sebagaimana tidak dianjurkan mengangkat kedua tangan pada seluruh raka’at, maka demikian pula tidak dianjurkan mengangkat tangan pada setiap takbir.(6)
Hujjah (alasan) pendapat kedua
Adapun hujjah pendapat kedua adalah beberapa dalil:
1- Hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhu:
أن النبي كان إذا صلى على الجنازة رفع يديه في كل تكبيرة وإذا انصرف سلم
“Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam jika menshalati jenazah, beliau mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir, dan jika selesai beliau mengucapkan salam”.(7)
2- Beberapa atsar dari shahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Di antaranya:
Atsar (riwayat) Abdullah bin Umar radhiallahu anhu bahwa beliau mengangkat kedua tangannya pada setiap kali takbir dari takbir shalat jenazah, dan jika berdiri di antara dua raka’at dalam shalat wajib.(8)
Atsar (riwayat) Anas bin Malik radhiallahu anhu bahwa beliau mengangkat kedua tangannya setiap kali bertakbir pada shalat jenazah.(9)
Atsar (riwayat) dari Umar radhiallahu anhu bahwa beliau mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir dalam shalat jenazah dan shalat ‘ied.(10)
Atsar (riwayat) dari Abdullah bin Abbas radhiallahu anhu bahwa beliau mengangkat kedua tangannya pada takbir-takbir shalat jenazah.(11)
3- Mengqiyas shalat jenazah dengan shalat yang lainnya, di mana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam senantiasa mengangkat kedua tangannya di saat beliau berdiri dalam shalat.(12)
Tarjih (penguatan pendapat) antara dua madzhab
Dalam menguatkan salah satu dari dua pendapat di atas, kita harus melihat kekuatan masing-masing dalil yang dijadikan hujjah bagi masing-masing pihak, yang dengan itu kita akan memberikan kesimpulan tentang pendapat manakah yang paling rajih (kuat).
Kedudukan hujjah pendapat pertama
– Adapun hadits Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertakbir dalam shalat jenazah, lalu beliau mengangkat kedua tangannya pada awal takbir, dan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.
Ini adalah hadits yang sangat lemah, sebab hadits ini berasal dari jalan Yahya bin Ya’la dari Yazid bin Sinan dari Zaid bin Abi Unaisah dari Az-Zuhri dari Sa’id bin Musayyab dari Abu Hurairah secara marfu’. Dan dalam sanad hadits ini terdapat kelemahan dari dua sisi:
Pertama: perawi yang bernama Yahya bin Ya’la Al-Aslami Al-Qathawani, Abu Zakaria Al-Kufi, beliau adalah seorang perawi yang lemah. Imam Bukhari berkata tentangnya: goncang haditsnya. Dan juga dilemahkan oleh Yahya bin Ma’in, Abu Hatim, Ibnu Hibban, dan Al-Bazzar.
Kedua: perawi yang bernama Yazid bin Sinan Al-Jazari, Abu Farwah Ar-Rahawi, juga perawi yang lemah, bahkan Imam An-Nasaai mengatakan tentangnya: lemah, ditinggalkan haditsnya. Dan juga dilemahkan oleh Imam Ahmad,dan Yahya bin Ma’in. Ibnu Hibban berkata: dia banyak salah, aku tidak senang berhujjah dengannya jika ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan riwayat para perawi yang tsiqah (terpercaya), maka apalagi jika ia menyendiri dalam periwayatan. Maka dengan ini sebab kelemahan ini menyebabkan riwayat ini sangat lemah.
Oleh karena itu, At-Tirmidzi berkata setelah menyebutkan hadits ini: ini adalah hadits gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalan ini. Demikian pula Imam Adz-Dzahabi menyebutkan dalam Mizanul I’tidal (4/415): di antara hadits-hadits mungkar yang diriwayatkan oleh Yahya bin Ya’la adalah hadits ini. Ad-Daruquthni juga berkata bahwa hadits ini tidak tsabit. Hadits ini juga dilemahkan oleh Ibnul Mulaqqin dan Al-Hafidz Ibnu Hajar.(13)
– Adapun hadits Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya pada shalat jenazah pada takbir pertama, kemudian beliau tidak mengulanginya.
Hadits ini berasal dari jalan Al-Fadhl bin As-Sakan dari Hisyam bin Yusuf dari Ma’mar dari Abdullah bin Thawus dari ayahnya dari Ibnu Abbas, secara marfu’. Dan hadits ini juga termasuk hadits yang lemah, Al-Fadhl bin As-Sakan adalah perawi yang lemah, dilemahkan oleh Ad-Daruquthni. Al-Uqaili mengatakan: dia tidak teliti dalam haditsnya, di samping itu pula dia seorang perawi yang majhul (tidak dikenal). Hadits ini juga dilemahkan oleh Ibnul Mulaqqin dan Al-Hafidz .(14)
Maka kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa tidak ada satu pun hadits yang shahih yang menjelaskan bahwa mengangkat tangan hanya dilakukan pada takbir pertama. Berkata Al-Hafidz setelah menyebutkan kelemahan dua riwayat tesebut di atas:
ولا يصح فيه شيئ
“dan tidak ada satu pun yang shahih dalam hal ini.”(15)
Adapun alasan bahwa takbir sama kedudukannya dengan raka’at yang memiliki ruku’ dan sujud, ini pun qiyas yang tidak benar sebab jika takbir pada shalat jenazah sama kedudukannya seperti raka’at, maka tentu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang mengerjakan shalat jenazah di pekuburan, sebagaimana beliau melarang mengerjakan shalat-shalat yang memiliki raka’at di pekuburan.
Kedudukan hujjah pendapat kedua
– Adapun hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam jika menshalati jenazah, beliau mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir, dan jika selesai beliau mengucapkan salam.
Hadits ini adalah hadits yang diperselisihkan apakah dia mauquf (dari perbuatan Ibnu Umar), atau marfu’ (dari perbuatan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam). Adapun dari jalan Umar bin Syabbah, beliau meriwayatkan dari Yazid bin Harun dari Yahya bin Sa’id dari Nafi’ dari Ibnu Umar secara marfu’. Sedangkan yang lain meriwayatkan dari Yazid secara mauquf. Ad-Daruquthni berkata: yang benar adalah riwayat mauquf.(16)
– Sedangkan atsar yang datang dari Ibnu Umar radhiallahu anhu adalah atsar yang shahih, demikian pula yang datang dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu, telah dishahihkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar.
Kesimpulan
Dari pemaparan dalil-dalil yang dijadikan hujjah oleh masing-masing pendapat, tampak bagi kita sekalian bahwa riwayat yang dijadikan dalil oleh pendapat pertama tidak satu pun yang shahih, namun berada di antara lemah dan sangat lemah sekali. Sementara riwayat-riwayat yang dijadikan dalil oleh pendapat kedua, telah shahih datang dari beberapa shahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, seperti Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, dan tidak diketahui ada yang menyelisihi mereka dalam hal ini, sehingga dapat dijadikan sebagai hujjah. Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Faedah:
Telah ditanya samahatusy syekh Bin Baaz rahimahullah tentang mengangkat kedua tangan dalam shalat jenazah bersaman dengan takbir-takbir, apakah termasuk sunnah?
Maka beliau menjawab:
السنة رفع اليدين مع التكبيرات الأربع كلها ; لما ثبت عن ابن عمر وابن عباس أنهما كانا يرفعان مع التكبيرات كلها , ورواه الدارقطني مرفوعا من حديث ابن عمر بسند جيد.
(مجموع فتاوى ابن باز:13؟148)
Beliau menjawab: yang sunnah adalah mengangkat kedua tangan bersamaan dengan empat takbir seluruhnya, berdasarkan (riwayat) yang shahih dari Ibnu Umar, Ibnu Abbas, bahwa keduanya mengangkat (kedua tangannya) bersama dengan seluruh takbir. Diriwayatkan (oleh) Ad-Daruquthni secara marfu’ dari hadits Ibnu Umar dengan sanad yang bagus.(17)
Ini juga menjadi jawaban dari Lajnah da’imah, dalam fatwanya dinyatakan:
تجوز صلاة الجنازة بدون رفع اليدين؛ لأن الواجب فيها التكبيرات وقراءة الفاتحة والدعاء للميت والسلام، ولكن رفع اليدين هو السنة في جميع التكبيرات.وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم .
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو، عضو، نائب رئيس اللجنة، الرئيس
عبدالله بن قعود، عبدالله بن غديان، عبدالرزاق عفيفي، عبدالعزيز بن عبدالله بن باز
(فتاوى اللجنة:2514)
“Boleh shalat jenazah tanpa mengangkat kedua tangan, sebab yang wajib padanya adalah bertakbir dengan beberapa kali takbir, membaca al-fatihah, berdoa untuk si mayyit, dan mengucapkan salam, namun mengangkat kedua tangan adalah hal yang sunnah pada seluruh takbir. dan taufiq hanya milik Allah, shalawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad, para pengikutnya, dan para shahabat.”
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz
Wakil ketua: Abdurrazzaq Afifi
Anggota: Abdullah bin Ghudayyan
Anggota: Abdullah bin Qu’ud.(18)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya: apakah termasuk dari sunnah mengangkat kedua tangan pada takbir-takbir shalat jenazah?
Beliau menjawab:
نعم من السنة,أن يرفع الإنسان يديه عند كل تكبيرة في صلاة الجنازة كما صح ذلك عن عبد الله بن عمر ولأن رفع اليدين في صلاة الجنازة بمنزلة الركوع والسجود في الصلوات الأخرى ,الصلوات الأخرى تشتمل على فعل وقول ,صلاة الجنازة أيضا تشتمل على فعل وقول ,فكونك ترفع في الأولى وتسكت معناه لم تميز في الذكر بين التكبيرة الأولى والتكبيرة الثانية,ولذلك قد دل الأثر والنظر على أن صلاة الجنازة ترفع فيها الأيدي عند كل تكبيرة
“Iya, termasuk dari sunnah seseorang mengangkat kedua tangannya pada setiap kali takbir dalam shalat jenazah, sebagaimana yang telah shahih hal itu dari Abdullah bin Umar. Dan karena mengangkat kedua tangan dalam shalat jenazah kedudukannya seperti ruku’ dan sujud pada shalat-shalat yang lain, shalat-shalat yang lain mencakup perbuatan dan perkataan, shalat jenazah juga mencakup perbuatan dan perkataan. Maka ketika engkau mengangkat pada takbir pertama lalu engkau diam, maka maknanya engkau tidak memisahkan dalam dzikir antara takbir pertama dengan takbir kedua. Oleh karenanya, telah ditunjukkan oleh atsar maupun pandangan bahwa shalat jenazah diangkat kedua tangan pada setiap kali takbir.”(19)
Mengangkat Tangan pada Takbir-Takbir Tambahan pada Dua Shalat ‘Ied
Ini masalah kedua, yaitu masalah hukum mengangkat kedua tangan pada takbir-takbir tambahan dalam dua shalat ‘ied, apakah ini termasuk perkara yang disyari’atkan? Dalam hal ini, juga terjadi perselisihan di kalangan para ulama menjadi dua pendapat:
pertama: mengatakan bahwa tidak diangkat kedua tangan pada takbir-takbir tersebut kecuali pada takbiratul ihram. Ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, dan Abu Yusuf.
Kedua: mengatakan dianjurkannya mengangkat kedua tangan pada setiap takbir shalat ‘ied. Ini adalah pendapat Asy-Syafi’i, Ahmad, Al-Laits bin Sa’ad, Abu Hanifah, dan muridnya Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, Atha’, Al-auza’i, Dawud, dan Ibnul Mundzir. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Utsaimin.(20)
Pendapat yang kuat dalam masalah ini
Yang rajih di antara dua pendapat ini adalah pendapat kedua yang mengatakan dianjurkannya mengangkat kedua tangan pada setiap takbir-takbir tambahan, berdasarkan dalil-dalil berikut:
– Hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى تَكُونَ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ ثُمَّ كَبَّرَ وَهُمَا كَذَلِكَ فَيَرْكَعُ ثُمَّ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْفَعَ صُلْبَهُ رَفَعَهُمَا حَتَّى تَكُونَ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ وَلَا يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي السُّجُودِ وَيَرْفَعُهُمَا فِي كُلِّ تَكْبِيرَةٍ يُكَبِّرُهَا قَبْلَ الرُّكُوعِ حَتَّى تَنْقَضِيَ صَلَاتُهُ
“Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam apabila berdiri untuk shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua pundaknya, lalu bertakbir dan kedua (tangannya) dalam keadaan demikian, lalu ruku’. Kemudian, jika beliau hendak mengangkat punggungnya, beliau mengangkat keduanya hingga sejajar dengan kedua pundaknya, lalu berkata: sami’allaahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memberi pujian kepada-Nya), dan beliau tidak mengangkat kedua tangannya pada waktu hendak sujud. Dan beliau mengangkat keduanya pada setiap kali takbir yang beliau bertakbir dengannya sebelum ruku’ hingga shalatnya selesai.”(21)
Perkataan beliau “sebelum ruku’” menunjukkan keumuman takbir sebelum ruku’, termasuk di antaranya takbir-takbir tambahan pada shalat ‘ied. Oleh karena itu, hadits ini disebutkan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra dalam bab: “mengangkat kedua tangan pada takbir shalat ‘ied”.
– Hadits Waa’il bin Hujr radhiallahu anhu bahwa beliau berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ مَعَ التَّكْبِيرِ
“Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir.”(22)
Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata ketika mengomentari hadits ini: “Aku memandang semuanya termasuk dalam hadits ini.”(23)
Faedah
Ibnu Juraij berkata: Aku bertanya kepada Atha’: apakah seorang imam mengangkat kedua tangannya setiap kali takbir tambahan dalam shalat ‘iedul fithri? Beliau menjawab: “Iya, dan manusia (para makmum) juga mengangkatnya.”(24)
Wabillahi At-Taufiq
Ditulis oleh Al Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi.
—————————————-
Footnote:
Kesepakatan ini disebutkan oleh Ibnul Mundzir dalam Al-Ijma’:42.
2 Dalam satu riwayat Malik mengatakan: diangkat tangan pada awal takbir dalam shalat jenazah. Dalam riwayat lain beliau mengatakan: Aku senang agar kedua tangan diangkat pada empat kali takbir. (Al-Mudawwanatul Kubra: 176).
3 Lihat: Al-Mughni,Ibnu Qudamah: 2/373,Jami’ At-Tirmidzi: 3/388, Al-Muhalla, Ibnu Hazm:5/124, Nailul Authar: 4:105, Al-Majmu’, An-Nawawi: 5/136, Al-Mudawwanatul Kubra, Imam Malik:176. Ahkamul Janaiz, Al-Albani:148. As-Sunan Al-Kubra, Al-Baihaqi:4/44. Ma’rifatus Sunan wal Atsar, Al-Baihaqi (3/169). Al-Umm,Asy-Syafi’i:1/271, Al-Hawi Al-Kabir (3/55).
4 (HR. At-Tirmidzi:1077,Ad-Daruquhni (2/75), Abu Umar Ibnu Abdil Bar dalam At-Tamhid (20/79).
5 (HR. Daruquthni: (2/75), Al-Uqaili dalam kitab Adh-Dhu’afa’ (1500)
6 Al-Mughni: 2/373.
7 HR. Ad-Daruquthni dalam kitabnya “Al-Ilal”, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Mubarakfuri dalam At-Tuhfah (4/163), Az-Zaila’I dalam Nasbur Rayah (2/285).
8 HR.Asy-Syafi’i dalam Al-Umm (1/271), Al-Baihaqi (4/44), dan dalam Ma’rifaus Sunan wal Atsar (3/169), dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ahkamul Janaiz (148).
9 HR. Asy-Syafi’i sebagaimana yang disebutkan Al-Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Atsar (3/170),namun dalam sanadnya terdapat dua kelemahan:
Pertama:ada perawi yang bernama Salamah bin Wardan,dia lemah,dan lebih lemah lagi disaat dia meriwayatkan dari Anas bin Malik.
Kedua: terdapat perawi yang mubham (tidak disebut namanya).
10 Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dan berkata: diriwayatkan oleh Al-Atsram (Al-Mughni:2/240),juga lihat dalam Al-Mubdi’ (2/184). Dan juga diriwayatkan Al-Baihaqi (2/293),dan beliau mengatakan: ”hadits ini munqathi’ (terputus sanadnya).” Al-Albani juga melemahkannya dalam Al-Irwa’ (3/640).
11 Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur,sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Al-Habir (2/146-147), dan beliau menshahihkannya.
12 Qiyas ini disebutkan oleh Asy-Syafi’i dalam Al-Umm (1/271).
13 Al-‘Ilal,Ad-Daruquthni (9/150), Nashbur Rayah (2/285) ,At-Talkhis Al-Habir (2/146-147),Al-Badr al-Munir (5/387).
14 Nashbur rayah (2/285), At-Talkhis Al-Habir (2/146-147),Al-Badr al-Munir (5/387).
15 At-Talkhis Al-habir (2/146-147).
16 Namun Syekh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafidzahullah Ta’ala lebih condong menshahihkan hadits tersebut secara marfu’, disebabkan perawi Umar bin Syabbah adalah perawi yang terpercaya, dan tidak ada celah untuk melemahkan riwayatnya.Syekh Bin Baaz juga mengatakan tentang hadits ini: sanadnya jayyid (bagus). (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 13/148)
17 Majmu’ Fatawa Bin Baaz: 13/148.
18 Fatawa Al-Lajnah no: 2514.
19 Silsilah Liqa’ al-bab al-Maftuh, kaset no:179, set kedua.
20 Al-Majmu’ (5/20), Mukhtashar ikhtilaf al-fuqaha,At-Thahawi (1/323),Al-Mughni (2/239),hilyatul ‘ulama (2/256), Al-Hawi Al-Kabir (2/491), Silsilah Liqa’ al-bab Al-Maftuh, no:224, set kedua.
21 HR. Ahmad (2/133), Abu Dawud (722), Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa (178), Ad-Daruquthni (1/288), Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (3/292). Berkata Al-Albani: sanadnya shahih berdasarkan syarat dua Syekh (Bukhari dan Muslim).Lihat: Irwa’ul Ghalil (3/113).
22 HR.Ahmad (4/316), Ath-Thabarani (22/33), Dihasankan Al-albani dalam Al-Irwa’ (3/641).
23 Ar-Raudhul Murbi’ (1/308), Al-Mughni (2/119).
24 Riwayat Abdurrazzaq (3/5699), Al-Baihaqi (3/293),dengan sanad yang shahih.
https://telegram.me/Askarybinjamal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar