Kesyirikan di Masa Nabi Nuh ‘alaihissalam
Usaha iblis dan tentaranya untuk merusak fitrah manusia dimulai ketika dia dijauhkan dari rahmat Allah ‘azza wa jalla menjadi terkutuk dan terlaknat, serta divonis menjadi calon penghuni neraka. Keberhasilan yang “gemilang” adalah pada kurun kesepuluh masa Nabi Nuh ‘alaihissalam. Dengan kata lain, terjadinya penyimpangan fitrah besar-besaran adalah pada generasi Nabi Nuh ‘alaihissalam.
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata ketika menafsirkan firman Allah ‘azza wa jalla:
{ وَقَالُواْ لَا تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمۡ وَلَا تَذَرُنَّ وَدّٗا وَلَا سُوَاعٗا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسۡرٗا } نوح : ٢٣
“Dan mereka berkata, ‘Jangan sekali-kali kalian meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kalian dan jangan sekali-kali kalian meninggalkan Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr’.” (Nuh: 23)
“Berhala-berhala yang dulu disembah oleh kaum Nabi Nuh q telah menjadi (sesembahan) di negeri Arab setelahnya. Wadd adalah (sesembahan) Bani Kalb di Daumatul Jandal, Suwa’ adalah (sesembahan) Bani Hudzail, Yaghuts adalah sesembahan Bani Murad dan Bani Guthaif di Jauf (negeri Saba’), Ya’uq (sesembahan) Bani Hamdan, dan Nasr (sesembahan) Bani Himyar pada keluarga Dzil Kala’. Mereka adalah nama orang-orang saleh pada kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam. Ketika mereka meninggal, setan membisikkan kepada orang-orang agar membuat berhala/gambar di majelis-majelis mereka dan memerintahkan, ‘Namakanlah dengan nama-nama mereka (orang-orang saleh tersebut).’
Mereka melakukannya dan (pada waktu itu berhala tersebut) belum disembah hingga mereka (para pembuat berhala) binasa dan ilmu terlupakan (dihapus), maka berhala itu menjadi sesembahan.”
(Sahih, HR. al-Bukhari no. 4599)
Inilah kerusakan paling besar dan yang pertama kali menimpa fitrah manusia di masa Nabi Nuh ‘alaihissalam. Yaitu kerusakan i’tiqad (keyakinan) yang berwujud kesyirikan kepada Allah ‘azza wa jalla. Kerusakan ini pula yang menimpa umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai hari kiamat. Pada akhirnya, di atas kerusakan ini mereka mendapat kehinaan dan penghinaan, kerendahan dan perendahan, malapetaka demi malapetaka, kehancuran, kerusakan, kemunduran, dan sebagainya.
Sunnatullah ini telah menimpa umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga hidup mereka harus terwarnai dengan kesyirikan di dunia. Bahkan apa yang mereka lakukan telah mencapai puncaknya di mana menjadikan kesyirikan sebagai wujud ketauhidan kepada Allah ‘azza wa jalla dan kecintaan kepada wali-wali Allah ‘azza wa jalla.
Tentang kebenaran sunnatullah ini, dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam haditsnya:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوهُ
“Kalian benar-benar akan mengikuti langkah umat-umat sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. Kalaupun seandainya mereka masuk ke lubang binatang dhab (semacam biawak), niscaya kalian akan memasukinya.”
(Sahih, HR. al-Bukhari no. 3456, Muslim no. 2669 dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar