Rabu, 25 Oktober 2017

SHALAT MUSAFIR Bagian 2

SHALAT MUSAFIR Bagian 2

Berapa lama waktu minimum seorang dikatakan safar

Jawab

Para Ulama juga berbeda pendapat dalam hal berapa lama masa tinggal seseorang di suatu tempat sehingga dianggap tetap dalam keadaan safar. Beberapa pendapat yang masyhur dalam hal ini:

➀ ※ 4 hari

Jika berniat tinggal di suatu tempat lebih dari 4 hari, maka ia bukan musafir lagi. Ini adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.

➁ ※ Sama dengan pendapat pertama, namun hari keberangkatan dan hari kepulangan juga dihitung, sehingga total 6 hari.

ⓘ Ini adalah pendapat Imam Malik dan Imam Asy-Syafi ’i. 

Dalil pendapat pertama dan kedua adalah:

《 يُقِيمُ الْمُهَاجِرُ بِمَكَّةَ ‏بَعْدَ قَضَاءِ نُسُكِهِ ثَلَاثًا. 》

“Orang-orang yang berhijrah tinggal di Makkah setelah menyelesaikan manasik hajinya selama 3 hari” (H.R Muslim)

➂ ※ 15 hari, sebagaimana pendapat Ibnu Umar dan Imam Abu Hanifah.

➃ ※19 hari, pendapat dari Ibnu Abbas.

《 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ‏‎ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا‎ قَالَ أَقَامَ النَّبِيُّ‏ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ ‏وَسَلَّمَ تِسْعَةَ‏ عَشَرَ يَقْصُرُ فَنَحْنُ‏ إِذَا سَافَرْنَا تِسْعَةَ عَشَرَ‏قَصَرْنَا وَإِنْ زِدْنَا‎ أَتْمَمْنَا. 》

Dari Ibnu Abbas radliyallaahu ‘anhumaa beliau berkata: Nabi -ﷺ- tinggal (di suatu tempat) selama 19 hari mengqashar shalat, maka kami jika safar selama 19 hari mengqashar shalat jika lebih dari itu kami sempurnakan shalat.” [HR al-Bukhari]

➄ ※ Tidak ada batasan minimum masa tinggal.

(✔️) Pendapat yang rajih (lebih dekat pada kebenaran), Wallaahu a’lam, pendapat Ulama yang menyatakan tidak ada batasan waktu minimum. Selama seseorang tidak berniat untuk menetap di tempat tersebut, maka ia tetap dalam kondisi safar. Hal ini dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan didukung oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Karena memang tidak ada nash yang shahih dan sharih (tegas) yang membatasinya. Jika disebutkan bahwa Ibnu Abbas melihat batasan 19 hari karena pernah menyaksikan Nabi melakukan hal itu, bagaimana dengan hadits dari Jabir bin Abdillah yang pernah menyaksikan Nabi mengqashar shalat selama berada di Tabuk 20 hari?

《 عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ‏ اللَّهِ قَالَ أَقَامَ رَسُولُ ‏اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ ‏عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَبُوكَ ‏عِشْرِينَ يَوْمًا يَقْصُرُ ‏الصَّلَاةَ. 》

Dari Jabir bin Abdillah beliau berkata: “Rasulullah -ﷺ- tinggal di Tabuk selama 20 hari mengqashar shalat.” [HR Ahmad, Abu Dawud]

(▴) Demikian juga dengan yang terjadi pada Ibnu Umar yang terkurung salju di Azerbaijan selama 6 bulan, senantiasa mengqashar shalat.

(➍) Apa yang dimaksud dengan shalat qashar?

[ Jawab ]

Shalat qashar adalah shalat wajib di saat safar berjumlah 2 rakaat untuk shalat- shalat yang berjumlah 4 rakaat di waktu mukim (Dzhuhur, Ashar, Isya’).

(➎) Masihkah pelaksanaan shalat qashar relevan diterapkan di masa modern ini di saat banyak kemudahan bagi musafir dan perjalanan tidak berat mereka rasakan?

[ Jawab ]

Ya, masih relevan, Karena 2 hal yang utama:

[a] ※ Firman Allah Ta’ala dalam surat Maryam ayat 64 “Dan sama sekali Tuhanmu tidak lupa…” [QS Maryam:64]

ⓘ Sebagian Ulama menjelaskan bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala tidak lupa bahwa umat manusia diciptakan melalui zaman yang bermacam-macam. Ada yang diciptakan pada saat keadaan teknologi masih minim, adapula yang hidup di masa sebaliknya, saat sarana transportasi dan segenap fasilitas yang ada memudahkan ia melakukan perjalanan jauh, sehingga tidak merasa capek, lelah, dan berat. Namun Allah tidaklah mewahyukan kepada Nabinya untuk menghapus rukhsah (kemudahan) bagi seseorang selama ia berstatus sebagai musafir.

[b] ※ Firman Allah Ta’ala:

《 وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ‏‎ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ‏ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ‏ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ‏ الَّذِينَ كَفَرُوا. 》

“Dan jika kalian melakukan perjalanan di muka bumi, tidak ada dosa bagi kalian untuk mengqashar shalat jika kalian khawatir diserang orang-orang kafir…” [QS AnNisaa’:101]

ⓘ Secara tekstual, nampak jelas bahwa alasan awal seorang boleh mengqashar shalat adalah jika dia dalam keadaan safar dan khawatir diserang orang kafir. Bagaimana jika kekhawatiran diserang orang kafir itu telah hilang? Pertanyaan semacam ini pernah ditanyakan oleh Ya’la bin Umayyah kepada Umar bin al-Khattab, Umarpun berkata bahwa ia juga pernah bertanya demikian kepada Nabi tentang ayat itu, namun justru Nabi bersabda:

《 صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا ‎عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ. 》

“Itu adalah shadaqah Allah atas kalian, terimalah shadaqahNya.” [HR Muslim]

✔️ Maka, sebagaimana keadaan safar saat ini sudah tidak dicekam perasaan takut, ataupun keadaannya lebih mudah dan ringan, tidak memberatkan, mengqashar shalat pada saat safar adalah shadaqah Allah kepada kita yang diperintahkan Nabi untuk diambil.

(➏) Apakah shalat qashar boleh dilakukan dalam safar yang bukan untuk ketaatan?

[ Jawab ]

Ya, untuk segala jenis safar, sebagaimana pendapat Abu Hanifah, karena keumuman dalil yang ada. Kata Ibnu Taimiyyah, karena secara asal memang shalat adalah 2 rakaat. Aisyah - radliyallahu ‘anha- menyatakan:

《 أَنَّ الصَّلَاةَ أَوَّلَ مَا ‎فُرِضَتْ رَكْعَتَيْنِ ‏فَأُقِرَّتْ صَلَاةُ السَّفَرِ ‏وَأُتِمَّتْ صَلَاةُ الْحَضَرِ. 》

“Sesungguhnya permulaan diwajibkan shalat adalah 2 rakaat, kemudian ditetapkan pada shalat safar dan disempurnakan (ditambah) pada shalat hadir (tidak safar). [HR al-Bukhari dan Muslim, lafadz Muslim]

(➐) Apa hukum mengqashar shalat dalam safar?

[ Jawab ]

Sunnah, dan jika dia menyempurnakan shalat (bukan karena sebagai makmum yang mengikuti Imam mukim), hukumnya makruh. Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengqashar shalat dalam safar.

《 مَا سَافَرَ رَسُولُ اللَّهِ  صَلَّى ‎اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَفَرًا ‎إِلَّا صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ‏رَكْعَتَيْنِ حَتَّى يَرْجِعَ. 》

“Tidaklah Rasulullah -ﷺ- melakukan safar kecuali beliau shalat 2 rakaat 2 rakaat sampai kembali.” [HR Ahmad dari Imran bin Hushain, dihasankan oleh al-Baihaqy]

(➑) Apakah dipersyaratkan niat safar untuk mengqashar shalat?

[ Jawab ]

Tidak dipersyaratkan niat safar untuk mengqashar shalat sebagaimana tidak dipersyaratkan niat untuk mukim. Sehingga, seseorang yang sudah masuk dalam suatu shalat, misalkan shalat Dzhuhur dalam keadaan safar, karena dia biasa shalat 4 rakaat dan lupa sedang safar, di tengah shalat saat belum menyelesaikan 2 rakaat dia teringat bahwa ia adalah musafir, maka hendaknya ia menyelesaikan shalatnya dalam 2 rakaat saja. Tidak dipersyaratkan sebelum masuk dalam shalat ia harus berniat sebagai seorang musafir yang mengqashar shalat. [Disarikan dari penjelasan Syaikh al-Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’]

(➒) Bolehkah mengqashar sebelum meninggalkan daerah tempat tinggalnya?

[ Jawab ]

Jika seseorang akan melakukan safar, dia tidak boleh mengqashar ketika masih berada di wilayah tempat tinggalnya. Sebagaimana Nabi belum mulai mengqashar shalat ketika masih berada di Madinah. Beliau sudah mulai mengqashar shalat setelah berada di Dzulhulaifah (berjarak sekitar 6 mil = sekitar 9,6 km). Boleh pula seseorang mulai mengqashar di tengah perjalanan saat masih menempuh 3 mil, sekitar 4,8 km dari rumahnya sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin al-Khattab.

📚[Dikutip dari Buku “Fiqh Bersuci dan Shalat Sesuai Tuntunan Nabi” - Penulis: Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman hafizhahullah]

📮••••|Edisi| @ukhuwahsalaf / www.alfawaaid.net
₪ Disebarkan melalui Channel Telegram @ Sifat_Sholat_Nabi
╚═══════
📡 *Publikasi Salafy Solo:*
📮 *Telegram* || https://t.me/salafysolo
╚═══════🔎📚

Tidak ada komentar:

Posting Komentar