Kamis, 15 November 2018

EMPAT KESALAHAN DALAM MENDIDIK ANAK

EMPAT KESALAHAN DALAM MENDIDIK ANAK

Mendidik anak bukan hal yang mudah. Salah langkah bisa mengakibatkan salah asuhan. Oleh karena itu, orang tua perlu mengetahui apa yang semestinya dilakukan dan apa yang semestinya dihindari. Ditambah pula faktor-faktor yang akan mendukung pendidikan yang sedang kita lakukan.

Abu Umar Yusuf Ibnu ‘Abdil Barr al-Qurthubi rahimahullah dalam kitabnya Jami’ Bayanil ‘Ilmi fa Fadhlihi mengatakan, “Keadaan seorang anak di hadapan pendidiknya kala mendidiknya, bagaikan seorang pasien yang tergambar jelas di hadapan seorang dokter ketika mengobatinya. Dia mengawasi keadaan, kemampuan, dan tabiat si anak, sehingga pendidikan itu akan membuahkan hasil yang paling sempurna dan optimal.”

Ucapan Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah ini merupakan fondasi bagi pergaulan orang tua terhadap anak-anak. Cara bertindak terhadap anak kecil juga bervariasi antara satu individu dan yang lain, antara satu anak dan anak yang lain, antara satu waktu dan waktu yang lain. Di sini kita akan memaparkan beberapa cara bertindak yang salah terhadap anak kecil, agar kita dapat menghindarinya semampu kita.

1⃣ Pertama : Kekejaman dan kekerasan

Para ahli pendidikan dan pakar kejiwaan memandang cara ini sebagai cara yang paling berbahaya bagi anak, apabila terlalu sering dilakukan. Memang ketegasan dibutuhkan dalam momen-momen tertentu, namun kekerasan justru hanya akan menambah ruwet masalah dan memuncak. Tatkala sang pendidik emosi hingga kehilangan kontrol, melupakan kesabaran dan kelapangan hati, dia akan menyerang si anak dengan cercaan dan mencaci-makinya dengan kata-kata yang amat jelek dan kasar. Urusannya pun akan lebih jelek bila kekejaman dan kekerasan ini ditambah dengan pukulan.

Ini yang biasanya terjadi dalam tindakan hukuman yang emosional terhadap anak. Ini membuat si anak kehilangan rasa aman dan percaya diri. Di samping itu, kekejaman dan kekerasan akan membuat si anak merasa takut dan hormat kepada pendidiknya hanya pada saat terjadi masalah–rasa takut yang sementara–namun tidak bisa mencegah anak mengulangi perbuatannya di masa datang.

Terkadang orang dewasa melakukan kekerasan terhadap anak dengan alasan berusaha memberikan dorongan kepada si anak dalam perilaku, pergaulan, dan aktivitas belajar. Namun sebenarnya kekerasan ini hanya akan menimbulkan perilaku yang terbalik dari yang diharapkan. Anak menjadi benci untuk belajar atau menolak tanggung jawab. Bahkan, dia mungkin akan memiliki sifat bandel, karena dia merasakan kekerasan emosional orang tua, lalu dia simpan dalam dirinya. Di kemudian hari, pengaruh kekerasan itu tampak dalam bentuk perangai yang buruk akibat pergulatan emosi dalam diri si anak.

🖇 InsyaAllah bersambung...

📑 Sumber: Majalah Islam Asy-Syari'ah

📝🎨 Majmu'ah Tarbiyatul Aulad
📟 Channel Telegram: t.me/TarbiyatulAulad

▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️

Tidak ada komentar:

Posting Komentar