Mengenai Saya

Foto saya
Sragen, Jawa Tengah, Indonesia
Kami adalah produsen gamis akhwat dan jilbab cadar safar. 0857-2544-5132

Saatnya Membangun Asa

MENGGALI AZAM YANG TERPENDAM

Ada sahabat karib bertanya : "Mengapa Ustadz hendak mendirikan sebuah perpustakaan?  Bukan masjid juga bukan pesantren?”

Alhamdulillah sudah banyak pesantren Salafy di sekitar kita. Bukankah di Kulonprogo telah berdiri sejak bertahun lalu sebuah pesantren Salafy? Iya, kita yang di Kulonprogo telah memiliki Pesantren Darul Hadits Al Manshuroh di Pengasih, kurang lebih 13 KM dari Lendah. Selama ini, sebagian dari anak-anak kita telah belajar disana. Sebagian lainnya belajar di Pesantren Ar Ridho Sewon, Bantul. Saya pikir, kedua pesantren tersebut sudahlah mencukupi.

Mengapa bukan masjid? Alhamdulillah, selama ini kita diperbolehkan untuk menggunakan dan memanfaatkan masjid milik masyarakat, di kampung kita. Lagipula beberapa jamaah masjid terhitung aktif dalam taklim. Lebih-lebih lagi, itulah kesempatan kita untuk berbaur dan bergaul dengan masyarakat. Bukankah nikmat rasanya saat bisa berbaur dengan masyarakat? Tak ada dinding pemisah, tiada pula tembok penyekat.

Perpustakaan adalah bangunan multi-fungsi. Bisa digunakan sebagai kantor, dapat pula dimanfaatkan sebagai lokasi pertemuan. Kajian pun sah-sah saja bila diselenggarakan di sana. Perpustakaan sewaktu-waktu jika dibutuhkan dapat ditransformasikan dan dikonversi menjadi sekian banyak kebutuhan ruang. Meskipun fungsi pokoknya adalah untuk menciptakan suasana baca tulis yang menyenangkan.

Perpustakaan akan menjadi pilihan utama untuk menemukan kedamaian. Hingar bingar dunia yang dipenuhi dengan warna-warni konflik dan intrik sudah terlalu menjemukan. Berita politik dan informasi kriminalitas telah menghabiskan waktu dan energi kita. Membosankan dan sangat melelahkan!!! Kita membutuhkan lokasi yang bisa menawarkan keteduhan.

Ilmu barulah akan diperoleh jika kita mau membaca dan membaca. Sementara, minat baca kita terlalu rendah. Sekalipun masih ada, apa yang kita baca selama ini? Jujurlah kepada diri sendiri! Bukankah lebih banyak waktu yang kita buang untuk membaca berita-berita online? Anda menghabiskan waktu untuk membaca novel, buku cerita, komik atau cerita silat? Tolong jawab pertanyaan saya : ”Sudah berapa buku ulama yang telah Anda baca?”

Minat untuk membaca buku para ulama sungguh sangat memprihatinkan. Kenapa?  Banyak faktor tentunya. Ketidak-tersediaan bahan baca, daya beli yang rendah, kurangnya keteladanan dari orangtua atau guru, kesibukan kita dengan urusan dunia atau bahkan kita yang kurang menyadari tentang pentingnya membaca. Semoga kelak dengan berdirinya Perpustakaan Islam Lendah, minat baca kita dan anak-anak kita dapat dipacu lebih baik lagi.

00000_____00000

Ketika saya memperlihatkan master plan untuk Perpustakaan Islam Lendah, seorang sahabat menyampaikan : ”Apakah rencana ini akan mungkin terwujud? Apakah tidak terlalu ambisius?”

Saya tidak tersinggung dan sangat memahami apa yang berada di jalan pikiran sahabat saya. Wajar dan lumrah jika sahabat saya mengatakan seperti itu. Master plan untuk Perpustakaan Islam Lendah memang terkesan mewah dan wah. Apakah benar-benar mewah dan wah?

Mas Fendi adalah sahabat dekat yang saya percaya untuk menterjemahkan azam terpendam saya kedalam master plan. Dengan latar belakang seorang insinyur, ditambah faktor kedekatan, saya pasrah bongkokan kepada beliau. Melalui beberapa kali obrolan dan bincang ramah, Mas Fendi menggarap baik-baik master plan itu. Memuaskan dan sesuai harapan!

Mas Fendi mampu menterjemahkan azam terpendam saya secara komprehensif (menyeluruh) dan integratif (terpadu). Lahan seluas 2.500 m2 dirancang pemanfaatannya. Kondisi alam sekitar yang masih berupa kebun-kebun jati, lahan yang naik turun berundak-undak, lapisan bebatuan kapur serta latar belakang pedesaan, semuanya dijadikan dasar untuk menggabungkan nuansa alami dengan suasana ilmu.

Jumlah bangunan, designnya, RTH, taman dan lokasi berolah-raga, sanitasi dan instrumen pendukungnya digambarkan secara apik oleh Mas Fendi. Barangkali lebih tepat untuk dikatakan sebagai Kompleks Perpustakaan dibandingkan untuk disebut sebagai Perpustakaan saja.

Walaupun demikian, inti dari master plan itu adalah bangunan Perpustakaan. Design atap dibuat seperti sebuah kitab yang sedang terbuka. Berlantai dua dan atapnya tinggi dari lantai dasarnya. Luas, lapang dan leluasa untuk bernafas. Saya meminta agar dindingnya didesign dari kaca agar kegiatan baca tulis nantinya bisa menjadi inspirasi bagi yang melintas untuk ikut membangkitkan minat mereka.

“Kira-kira akan menghabiskan dana berapa, Mas?", saya bertanya. Jika biaya bangun sampai finishing, per meternya antara 2,5 sampai 3 juta, silahkan saja dikalikan dengan luas bangunan Perpustakaan, yakni 300 m2. Berlantai dua lagi! Pantas saja jika sahabat saya di atas mengatakan : ”Apakah rencana ini akan mungkin terwujud? Apakah tidak terlalu ambisius?”

Pertama ; Islam mengajarkan untuk bersikap optimistis. Jika engkau telah ber-azam, maka selanjutnya adalah bertawakal kepada Allah. Jangan engkau gantungkan harapan kepada makhluk sebab makhluk tidak mempunyai kekuatan apa-apa.

Kedua ; Allah adalah dzat yang maha kaya lagi maha mampu. Dia mendengar doa hamba-Nya dan maha mengabulkan. Kenapa kita tidak meminta kepada-Nya?

Ketiga ; mahal murahnya sesuatu sangatlah ditentukan oleh nilai, fungsi dan kemanfaatannya. Apakah ilmu agama, wawasan dan pengetahuan itu bisa dinilai dengan murah? Tidak mahal? Ilmu memang mahal. Lagipula, Perpustakaan itu sifatnya bertahan lebih lama.

Keempat ; Semampunya! Azam boleh saja setinggi-tingginya, bukan? Mengenai cara untuk menggapainya, kita harus realistis. Jika hanya bisa dengan membangun pondasi dalam setiap bulannya sepanjang dua sampai tiga meter, kenapa tidak? Jika mendirikan tiangnya hanya satu per tiga bulannya, kenapa tidak?  Semampunya!

Kelima ; Untuk sampai benar-benar bisa berdiri sebagai sebuah bangunan Perpustakaan yang sempurna sesuai master plan, tidak ada satupun yang mentargetkan waktu. Jika harus selesai dalam sepuluh tahun, tidak akan ada yang keberatan. Kalaupun harus sampai limapuluh, enam puluh atau tujuh puluh tahun ke depan, paling tidak kita telah mewariskan sebuah azam untuk anak-anak kita. Biarlah mereka yang melanjutkan!

Toh, azam dan cita-cita kita tidak harus menunggu bangunan Perpustakaan itu hingga sungguh-sungguh berdiri. Buktinya, rumah kecil berarsitektur jawa sekarang ini telah menjadi Perpustakaan sederhana. Cikal bakal Perpustakaan inti nantinya.

00000_____00000

Kita hanya ingin meneladani Ibnul Jauzi yang telah membaca 20.000 jilid buku, padahal saat itu masih berusia muda. Ibnul Jauzi juga yang menyarankan agar kita mempunyai sebuah lokasi tenang untuk membaca.

Kita hanya ingin mencontoh Ibnu Aqil Al Hanbali yang telah menulis karya sampai berjumlah 800 jilid buku.

Kita hanya ingin mengikuti jejak Al Hafidz Abu Thahir yang pernah mengatakan : "Kitab-kitab milikku ini lebih aku pilih meskipun ditukar emas dengan berat yang sama”.

Kita hanya ingin meniru Muhammad As Sha-ghani yang selama kurang lebih 50 tahun selalu terlihat membaca atau menulis. Atau seperti Abul Khair as Sa'di yang selalu bersama dengan kitab, pena dan tinta di ruang perpustakaannya.

Walaupun kita belum mencapai tingkatan Al Hafizd Al Hasan Al Hamdzani yang menjual semua harta warisan dari ayahnya untuk belajar, membeli kitab dan membangun sebuah perpustakaan lalu beliau wakafkan semua kitab miliknya.

Walaupun kita belum setaraf Imam Thalhah Al Altsi dan Ibnul Khas-syab An Nahwi yang telah menjual rumahnya demi membeli kitab-kitab ulama.

Apakah tidak boleh jika kita bercita-cita seperti Al Imam Ibnul Mubarak yang pernah ditanya : ”Apakah Anda tidak merasa kesepian di rumah?”. Sebab waktu itu Al Imam Ibnul Mubarak sering menghabiskan waktu dengan membaca kitab hadits. Apa jawaban beliau?  "Bagaimana mungkin aku merasakan kesepian, sementara saya selalu bersama Rasulullah dan sahabat-sahabatnya". Iya, dengan membaca hadits-hadits beliau, seakan terbayang kita tengah hidup bersama beliau, Shallallohu'alaihi wasallam.

Apakah tidak boleh jika kita bercita-cita seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang menjadikan kegiatan membaca kitab sebagai obat dari sakitnya. Sampai-sampai beliau mengalami kesedihan mendalam sesaat sebelum wafat karena dilarang untuk membaca dan menulis, sebab saat itu beliau sedang berada di dalam penjara.

00000_____00000

Akhir Syawal atau awal Dzulqo'dah tahun ini, Insya Alloh azam yang terpendam itu sudah akan mulai kita gali. Bangunan dambaan, yaitu inti Perpustakaan marilah mulai kita garap perlahan-lahan. Dengan semangat ukhuwah dan kebersamaan yang telah dipupuk selama kurang lebih dua tahun ini, marilah kita segera mencicil tugas untuk mendirikannya.
Dengan menyebut nama Allah yang maha agung, ikhlaskanlah niat, tuluskanlah tekad dan ingat bahwa kita sedang berjuang di jalan Allah.

Saya hanya bisa memohon kepada Panjenengan semua. Pertama, bantulah perjuangan ini dengan banyak-banyak berdoa semoga Allah memudahkan untuk terwujudnya azam terpendam ini. Kedua, jika saya meninggal dunia sebelum Perpustakaan itu selesai, tolong lanjutkan hingga selesai pada akhirnya. Meskipun sebagai seorang hamba, saya terus berdoa : ”Ya Allah, perkenankanlah hamba menikmati tenang dan damainya Perpustakaan sebelum menghembuskan nafas yang terakhir”.

Ya Allah, anugerahkanlah khusnul khatimah untuk kami. Kami berlindung kepada-Mu dari su'ul khatimah. Ya Allah karuniakanlah surga-Mu untuk kami dan lindungilah kami dari siksa neraka-Mu.

Saudaramu di jalan Allah

Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz

28 Ramadhan 1437 H
Lendah,
Kulonprogo Binangun,
Ngayogyakarta Hadiningrat.

〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
http://tlgrm.me/kajianislamlendah
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

0 Response to "Saatnya Membangun Asa"

Posting Komentar

Tokopeci Salimah Gallery

Salimah Gallery Distributor Busana Muslim, Madu Herbal di kota Solo