WALAU DITUTUP-TUTUPI, NISCAYA DIKETAHUI
وَمَهْمَا تكنْ عند امْرِئٍ من خَلِيقَةٍ ... وَإِنْ خَالها تَخْفَى على النَّاسِ تُعْلَمِ
Bait syair di atas sangat akrab dan familiar di pesantren. Sejak belajar Nahwu pertama kali, bait syair ini sudah dikenalkan. Misalnya, Syaikh Al Utsaimin. Beliau menyebutkannya saat mensyarah matan Jurumiyah pada bab al jawazim.
Ketika naik level, kitab-kitab Nahwu di atasnya pun menyinggungnya. Ibnu Hisyam dalam syarah Qathrun Nada, contohnya. Beliau menukil bait syair di atas sebagai syahid (bukti), bahwa salah satu tanda isim adalah dhamir (kata ganti/pronomina) yang kembali padanya.
Dalam bahasa Indonesia, bait tersebut kira-kira begini jadinya :
Bagaimanapun perangai pada diri seseorang
Niscaya diketahui, walau ia kira dapat tersembunyi dari orang
Maksudnya?
Syaikh al Utsaimin menjelaskan, “ Perangai apapun bentuknya pada diri seseorang, yang ia miliki, walau ia menyangka orang-orang tidak mengetahuinya, niscaya suatu saat orang-orang akan mengetahuinya”
Jika dicermati, banyak makna kehidupan telah dikenalkan di pesantren sejak kelas dasar. Melalui pelajaran-pelajaran tingkat awal, seorang pemula diajarkan bagaimanakah seharusnya menjalani kehidupan.
Di pelajaran Nahwu, misalnya. Banyak contoh-contoh yang diberikan, bila diperdalam, akan banyak membantu untuk menghadapi realitas kehidupan. Bait syair di atas adalah salah satunya.
Dalam kehidupan pesantren, tidak jarang ditemukan seorang oknum santri yang usil. Ia membuat gaduh. Ia mengadu domba. Ia suka melecehkan teman-temannya. Ia ingin menang sendiri. Ia sok mengatur. Ia yang merencanakan pelanggaran, ia otaknya, ia berada di belakang layar, namun orang lain yang disuruhnya melakukan. Orang lain yang diaturnya untuk berbuat pelanggaran.
Tetapi, di hadapan ustadznya, ia bermanis mulut. Pandai bermain kata. Di depan ustadznya, ia berpura-pura rajin dan serba menurut. Ia perlihatkan sebagai santri yang baik. Bahkan, kepintaran dan kecerdasannya membuat ustadznya merasa senang.
Namun, apakah hal itu akan terus menerus demikian?
وَمَهْمَا تكنْ عند امْرِئٍ من خَلِيقَةٍ ... وَإِنْ خَالها تَخْفَى على النَّاسِ تُعْلَمِ
Bagaimanapun perangai pada diri seseorang
Niscaya diketahui, walau ia kira dapat tersembunyi dari orang
Sederhana saja bahwa ; akan tiba saatnya ketika fakta terungkap. Kebenaran tak mungkin digelapkan. Siapa yang salah akan terlihat. Allah Ta'ala selalu bersama orang-orang yang benar.
oooo____oooo
Bait syair di atas adalah karya Zuhair bin Abi Sulma. Satu dari tiga pujangga yang disepakati sebagai yang terbaik di masa jahiliah, selain Imru'ul Qais dan Tharfah bin al 'Abd. Selain mereka bertiga, ada empat pujangga lain yang syair-syair karya mereka, -menurut riwayat yang mashyur- , ditulis dengan tinta emas dan dipajang di dinding Ka'bah.
Karya ketujuh pujangga itu dinamakan al mu'allaqat as sab'uu. Selain tiga nama yang telah disebutkan, pujangga lainnya adalah Labid bin Rabi'ah, Amr bin Kultsum, 'Antarah bin Syaddad, dan al Harits bin Hillizah.
Seringkali Zuhair bin Abi Sulma diposisikan sebagai urutan yang ketiga dari mereka bertujuh. Ayahnya seorang pujangga, paman dari jalur ibu seorang pujangga, saudarinya pujangga, dan kedua putra serta seorang putrinya pun pujangga.
Syair-syair karya Zuhair dikenal dengan warna kebaikan. Mengajarkan kejujuran dan kezuhudan. Bait-baitnya bahkan menunjukkan kepercayaannya akan hari kiamat. Karya-karya Zuhair disebut juga al hauliyyat (per tahun), yaitu berkarya selama 4 bulan, diteliti dan diedit selama 4 bulan, lalu diujikan kepada sesama pujangga selama 4 bulan. Setelah genap satu tahun, barulah karyanya dirilis.
Salah satu karya Zuhair yang kemudian dipajang di dinding Ka'bah terdiri dari 62 bait. Adapun syair yang sedang kita bicarakan adalah bait ke-58. Membaca bait-bait karya Zuhair memang menarik dan menyenangkan. Bahkan dalam Tarikh Madinah karya Ibn Syabah, diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab meminta Ibnu Abbas untuk membacakan syair-syair karya Zuhair semalam suntuk.
Terkait bait syair ke-58 di atas, masih ada bait syair karya Zuhair yang semakna, yaitu bait ke-26 dan ke-27.
فَلا تَكْتُمُنّ اللهَ مَا فِي نفوسِكُم ... لِيَخْفى ومَهما يُكتمِ اللهُ يَعْلَمِ
يُؤخَّر فيُوضَع فِي كِتَابٍ فَيُدّخَر ... لِيَومِ الْحسابِ أو يُعَجَّلْ فَيُنقَمِ
Jangan coba sembunyikan isi hatimu dari Allah, supaya tidak ada yang tahu
Bagaimanapun caranya ditutupi, Allah pasti maha tahu
Balasannya mungkin ditunda karena ditulis dalam catatan
Disimpan sampai hari Hisab, atau bisa jadi di dunia hukuman disegerakan
Zuhair bin Abi Sulma meninggal dunia kurang lebih satu tahun sebelum Nabi Muhammad diutus sebagai Nabi. Akan tetapi, karya-karya syairnya tetap dibaca dan dibahas hingga masa kini. Di antaranya adalah pesan-pesan moral dan etika hidup di atas, yaitu ; tidak ada yang bisa disembunyikan. Sepandai-pandai membungkus, yang busuk berbau juga.Becik ketitik olo ketoro.
Anak Muda, selama engkau di pesantren, pelajari baik-baik dan renungkanlah dalam-dalam setiap pelajaran yang disampaikan. Ingatlah bahwa di kemudian hari, esok lusa, saat engkau benar-benar menjalani kehidupan nyata yang lebih luas, barulah engkau sadari bahwa pesantren memang tempat yang paling indah. Masa-masa paling indah, kisah thalabul ilmi di pesantren.
Lendah, 21 Agustus 2021
@anakmudadansalaf
0 Response to "WALAU DITUTUP-TUTUPI, NISCAYA DIKETAHUI"
Posting Komentar