Jumat, 29 Oktober 2021

WAKTUMU ADALAH KEHIDUPANMU

WAKTUMU ADALAH KEHIDUPANMU

💬 Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan,

الوَقْتُ هُوَ الحَيَاة وَمَنْ أَضَاعَ وَقْتَهُ أَضَاعَ حَيَاتَهُ، وَمَنْ أَضَاعَ حَيَاتَهُ نَدِمَ وَلَا تَنْفَعُهُ النَدَامَة

"Waktu adalah kehidupan. Siapa saja yang menyia-nyiakan waktunya, berarti dia telah menyia-nyiakan kehidupannya. Barang siapa menyia-nyiakan kehidupannya, pasti dia akan menyesal dan penyesalan itu tidak akan bermanfaat."

✍️ Majmu' Fatawa bin Baz 16/261

@KajianIslamTemanggung

Kamis, 28 Oktober 2021

MANFAAT MENDOAKAN ORANG LAIN

MANFAAT MENDOAKAN ORANG LAIN

🎙️ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

"فدعاء المؤمن لأخيه ينتفع به الداعي والمدعو له فمن قال لغيره ادع لي و قصد انتفاعهما جميعا بذلك كان هو وأخوه متعاونين على البر والتقوى."

"Doa seorang mukmin kepada saudaranya seiman akan bermanfaat bagi orang yang berdoa dan yang didoakan. Sehingga barang siapa mengatakan kepada orang lain,
'Berdoalah untuk saya'.
Dan dia bermaksud agar kedua pihak mendapatkan manfaat dengan doa tersebut, maka dia dan saudaranya telah berupaya untuk saling tolong menolong dalam kebaikan serta ketakwaan."

🎙️ Majmu'ul Fataawa 1/133.

@KajianIslamTemanggung

Rabu, 27 Oktober 2021

BERMATA TAPI BUTA, MATI PADAHAL BERHATI

BERMATA TAPI BUTA, MATI PADAHAL BERHATI

Walau hanya obrolan ringan, beberapa pertanyaan yang saya sampaikan kepada Abu Irsyad -sahabat yang mendampingi perjalanan mobil-, dijawabnya dengan lengkap. Sekian tahun menetap di Amsterdam Belanda, Abu Irsyad sangat lancar bercerita tentang kehidupan orang-orang di sana.

“Makan, minum, bekerja, dan berlibur”, Abu Irsyad menyimpulkan singkat tentang aktivitas dan pola pikir orang-orang kafir.

Apa bedanya dengan kehidupan binatang?

Maha benar Allah yang berfirman ; 

 وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّيَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّيُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لاَّيَسْمَعُونَ بِهَآ أُوْلَئِكَ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ 

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi nereka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. 7:179)

Allah juga berfirman ;

 وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ اْلأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ

Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka. (QS. 47:12)

Dalam Fathul Qadir (5/32) Al Imam Asy Syaukani menjelaskan,  “Mereka bersenang-senang dengan kepuasan-kepuasan dunia seolah-olah binatang. Tidak ada yang dipikirkan kecuali urusan perut dan seksual. Mereka lalai dari pertanggungjawaban. Mereka tenggelam dalam buaian dunia”

Demikianlah! Kehidupan orang-orang kafir tak ubahnya seperti kehidupan binatang.

Apa yang mereka pikirkan? Makan, minum, seksual, liburan, tidur, dan kesenangan-kesenangan duniawi lainnya. Tak terpikir oleh mereka, bahwa hidup di dunia bukan hanya bagaimana bisa bertahan hidup? Tidak sebatas memenangkan kompetisi. Bukan untuk tetap survive di tengah-tengah persaingan global. Hal itu tidak masuk dalam agenda hidup mereka.

Sangat berbeda! Bahkan ibarat timur dan barat, orang yang beriman itu.

Hidup di dunia sifatnya sementara. Bagai seorang perantau di negeri orang yang ada saatnya pulang ke kampung halaman. Ibarat musafir yang singgah sebentar di teduhnya bayang-bayang pohon yang mau tak mau harus melanjutkan perjalanan.

Hidup di dunia ada tujuannya, yaitu beribadah kepada Allah Ta'ala. Harus menggunakan fasilitas-fasilitas dunia untuk mencari kebahagiaan akhirat. Ia yakin adanya hari kebangkitan, hari perhitungan amal, hari pertanggungjawaban, dan hari pembalasan. Sekecil apapun yang ia perbuat, ada catatannya. Tak ada yang terluput.

Masih lebih baik lagi binatang! Sebab, binatang-binatang tetap bertasbih; memuji-muji Allah Ta'ala, walau kita tidak bisa memahami bagaimana bentuk tasbih mereka.

Di dalam sahih Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad menjelaskan tentang semut-semut sebagai bangsa yang selalu bertasbih kepada Allah.

Bahkan di dalam Al Quran, ada 4 ayat menyebutkan burung-burung pun selalu bertasbih kepada Allah.

Kembali kepada dirimu, anak muda!

Bagaimanakah hidup engkau jalani selama ini? Apa yang engkau pikirkan untuk hari esok? Janganlah hidup seperti binatang! Punya mata namun buta dari kebesaran Allah. Ada telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar firman-firman-Nya. Diberi akal, lalu akal itu dipakai untuk apa? Hatimu yang harusnya menjadi sumber kehidupan, kenapa justru mati?

Janganlah hidup seperti binatang! Kerjamu hanya bagaimana bisa makan, minum, tidur, bermain, dan bersenang-senang. Jangan dan jangan seperti itu! Cukuplah dan berhentilah dari orientasi-orientasi dunia! Apakah belum tiba saatnya hati ini khusyuk tunduk kepada Allah? Kalau tidak dari sekarang, mau kapan lagi dimulai?

Pendopo Lama, 27 Oktober 2021 Bakda Isya

@anakmudadansalaf

ORANG YANG SENGAJA BUANG ANGIN SUPAYA ORANG LAIN TERTAWA

HUKUM ORANG YANG SENGAJA BUANG ANGIN SUPAYA ORANG LAIN TERTAWA

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu ta'ala berkata,

ﻭﻣﻦ ﻗﺼﺪ ﺧﺮﻭﺝ اﻟﺮﻳﺢ ﻣﻨﻪ ﻟﻴﻀﺤﻚ اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻌﺰﺭ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻭﺗﺮﺩ ﺷﻬﺎﺩﺗﻪ ﻓﻘﺪ ﺫﻛﺮ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﺃﻥ ﻫﺬا ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﻗﻮﻡ ﻟﻮﻁ ﻭﻣﻦ ﻻ ﻳﺴﺘﺤﻲ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺱ ﻻ ﻳﺴﺘﺤﻲ ﻣﻦ اﻟﻠﻪ ﻭﻗﺪ ﻗﺎﻝ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ :{ﻭﺗﺄﺗﻮﻥ ﻓﻲ ﻧﺎﺩﻳﻜﻢ اﻟﻤﻨﻜﺮ}
ﺃﻧﻬﻢ ﻛﺎﻧﻮا ﻳﺘﻀﺎﺭﻃﻮﻥ ﻓﻲ ﻣﺠﺎﻟﺴﻬﻢ ﻭﻳﻨﺼﺒﻮﻥ ﻣﺰاﻟﻖ ﻳﺰﻟﻖ ﺑﻬﺎ اﻟﻤﺎﺭﺓ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ .

📚مختصر الفتاوى (ص٦٠٥)

Dan siapa saja yang sengaja buang angin (kentut) untuk membuat orang-orang tertawa, maka sungguh dia tercela karenanya dan tidak diterima persaksiannya, sungguh para ulama menyebutkan bahwasanya yang demikian merupakan perbuatan kaumnya Nabi Luth, dan siapa yang tidak punya rasa malu terhadap manusia, maka dia tidak merasa malu terhadap Allah ta'ala, dan sebagian ulama menafsirkan firman Allah ta'ala

  {ﻭﺗﺄﺗﻮﻥ ﻓﻲ ﻧﺎﺩﻳﻜﻢ اﻟﻤﻨﻜﺮ}

Dan kalian melakukan kemungkaran di tempat-tempat pertemuan kalian

(Al Ankabut : 29)

Bahwasanya mereka sengaja saling buang angin (kentut) di tempat-tempat berkumpul mereka, dan mereka menyerakkan pelicin di jalan supaya orang yang lewat tergelincir dan perbuatan yang semisal dengannya, wallahu a'lam

📚 Mukhtashar Al Fatawa, hal 605

Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullahu ta'ala berkata,

ﻣﻦ ﺳﻮء اﻷﺩﺏ ﺃﻥ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﻳﻈﻬﺮ ﺻﻮﺕ اﻟﻀﺮﻃﺔ بين الناس .

📚الشرح الممتع (١٤٤/١٢)

Termasuk perilaku yang buruk adalah seseorang memperdengarkan suara kentutnya di hadapan manusia

📚 Asy Syarhu Al Mumti', jld. 12, hal. 144

🔗 @ebnteamiah

        ➖➖➖◼️🟥◼️➖➖➖

AYO KITA NGAJI!

SALAFY PARIAMAN
Via group WA Salafy Solo

Selasa, 26 Oktober 2021

PINTU LANGIT PUN TERBUKA KARENA DZIKIR INI!

PINTU LANGIT PUN TERBUKA KARENA DZIKIR INI!

📜 Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu'anhuma, ada seseorang mengucapkan,

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا،

"Allaahu Akbar Kabiira, walhamdulillaah Katsiira wa Subhaanahi Bukrata wa Ashiila.

Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

عَجِبْتُ لَهَا، فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ

'Aku merasa kagum dengan kalimat-kalimat itu. Pintu-pintu langit terbuka untuk kalimat-kalimat tersebut.'

Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma mengatakan,

فَما تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يقولُ ذلكَ.

'Aku tidak pernah meninggalkan kalimat-kalimat itu semenjak aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan hal tersebut.'"

📚 HR. Muslim

@KajianIslamTemanggung

Senin, 25 Oktober 2021

AGAR SELAMAT KETIKA SAKARATUL MAUT

AGAR SELAMAT KETIKA SAKARATUL MAUT

💬 Imam Malik rahimahullah menyatakan,

من أحبَّ  أن تفتح له فرجة في قلبه وينجو من غمرات الموت وأهوال يوم القيامة فليكن في عمله في السر أكثر منه في العلانية

"Siapa saja yang ingin agar dibukakan untuknya kelapangan di dalam kalbunya dan selamat dari kesengsaraan (sakaratul) maut serta berbagai kengerian pada hari kiamat, maka hendaklah amalannya secara sembunyi-sembunyi lebih banyak dari amalannya secara terang-terangan."

✍️ Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik 1/54

@KajianIslamTemanggung

ibnu Hubairah, Pemuda Sederhana di Lingkungan Istana

Pemuda Sederhana di Lingkungan Istana

Tidak banyak, bahkan sangat sedikit, seorang tokoh Islam yang diberi kemampuan menggabungkan keilmuan, kekayaan, dan jabatan tinggi. Coba-coba dicari, ada satu nama yang ditemui. Ibnu Hubairah, terkenalnya.

Adz Dzahabi dalam Siyar A'lam Nubala (20/426) memuji beliau sebagai ; “ Menteri dengan kapabilitas lengkap sekaligus seorang ulama bijaksana. Kepercayaan kekhilafahan”.

Al Wazir (Menteri) Ibnu Hubairah menjabat menteri untuk khalifah Al Muqtafi Li Amrillah selama 11 tahun. Setelah al Muqtafi wafat, al Mustanjid putranya sebagai khalifah penerus masih mempertahankan Ibnu Hubairah sebagai menteri kepercayaan.

Sebagai menteri, kepercayaan itu tidak disia-siakan dan tidak disalahgunakan. Keadilan ditegakkan setinggi-tingginya. Menteri anti suap dan jujur dalam bertindak. Tidak ada yang ditakuti, bahkan kepada khalifah pun, Ibnu Hubairah secara terbuka menyatakan kejujuran.

Ibnul Jauzi memuji, “ (Sebagai pejabat tinggi) beliau selalu cermat untuk mengikuti kebenaran, membenci kezaliman, dan tidak mau memakai pakaian terbuat dari sutera”

Ibnu Hubairah pun tergolong ulama produktif dalam berkarya. Adz Dzahabi menyebut beliau dengan, “Penulis karya-karya berkualitas”. Selain meriwayatkan hadis, Ibnu Hubairah juga menguasai Qira'ah Sab'ah (Tujuh Bacaan Al Qur'an). Ibnu Hubairah termasuk ahli bahasa dan ulama fikih madzhab Hanbali terkemuka. Setiap selesai salat Asar, Ibnu Hubairah mengampu kajian hadis.

“Seorang salafi dan selalu mengikuti atsar”, sanjung Adz Dzahabi.

Walau masuk dalam ring satu dan lingkungan istana terdalam, Ibnu Hubairah tidak menselewengkan jabatan untuk menumpuk harta. Berapapun harta yang diterima, selalu habis untuk dibagi-bagikan kepada penuntut ilmu dan kaum fakir miskin.

“Setiap tahun, Ibnu Hubairah selalu terlilit utang”, tutur Ibnul Jauzi. Bahkan, Ibnu Hubairah menyatakan, “Sepanjang hidupku, tidak pernah aku terkena wajib zakat satu kali pun”

Subhaanallah!

Di sini, saya tidak hendak bercerita panjang lebar tentang Ibnu Hubairah. Biografi beliau terbilang panjang. Kisah-kisah inspiratif yang mengagumkan tentang beliau sangat banyak. Di sini, saya hanya ingin berbagi tentang perjalanan hidupnya yang penuh perjuangan.

Ibnu Hubairah adalah anak seorang prajurit berpangkat rendah di masa kekhilafahan Abbasiyyah. Masa kecilnya dilewati dengan kemiskinan. Sampai-sampai beliau masih teringat, “ Suatu hari saya pergi ke sungai Tigris. Jangankan uang, sekeping roti pun saya tak punya untuk bisa menyeberang”

Walau berasal dari keluarga miskin, Ibnu Hubairah sejak remaja sangat senang dan mencintai thalabul ilmi. Di Baghdad, Ibnu Hubairah yang lahir tahun 499 H melalui masa remajanya di berbagai majlis hadis dan fikih.

Untuk biaya hidup, Ibnu Hubairah bekerja sebagai buruh di gudang logistik Istana. Karena sifatnya yang amanah dan kemampuannya, Ibnu Hubairah naik jabatan menjadi pengawas. Setelah beberapa waktu, terbuktilah potensi, bakat, dan kecakapannya, Ibnu Hubairah resmi diangkat sebagai kepala departemen logistik istana pada tahun 542 H.

Dua tahun kemudian, 544 H, saat berusia 45 tahun, Ibnu Hubairah dipanggil menghadap khalifah al Muqtafi Li Amrillah untuk menerima pangkat dan jabatan sebagai menteri kepercayaan.

Jika kita membaca sejarah khalifah al Muqtafi Li Amrillah (489-555 H), pemerintahan beliau memang dikenal dengan keadilan dan kesejahteraan yang luar biasa. Peran Ibnu Hubairah selaku menteri cukup besar. Karena, beliau selalu mendekatkan khalifah kepada para ulama dan orang-orang saleh.

Ibnu Hubairah wafat tahun 560 H karena diracun. Cukuplah kata-kata Adz Dzahabi (Duwalul Islam) sebagai ringkasan pujian tentang Ibnu Hubairah, “ Beliau adalah tokoh hebat di tengah ulama-ulama fikih, orang-orang saleh. Keutamaannya amat banyak. Sangat terhormat. Berjasa besar. Selalu bertindak adil. Memiliki banyak karya tulis. Beliau wafat sebagai syahid karena diracun di Baghdad. Jenazah beliau dihantarkan lautan manusia dengan disertai tangisan dan ratapan”

Sebagai penutup, berikut ini 2 bait syair yang pernah digubah Ibnu Hubairah ;

ياَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي نَاصِحٌ لَكُمْ ... فَعُوْا كَلَامِيْ فَإنِّي ذُوْ تَجَارِيْبِ

لَا تُلْهِيَنَّكُمُ الدُّنْيَا بِزَهْرَتِهَا ... فَمَا تَدُوْمُ عَلَى حُسْنٍ وَلَا طِيْبٍ

He, manusia! Sungguh, aku ingin memberimu masukan.

Perhatikan ucapanku ini,karena aku banyak pengalaman.

Jangan sekali-kali kalian tertipu oleh dunia yang penuh perhiasan

Sebab, dunia tidak selalu dilalui dengan keindahan dan kesenangan

Untukmu anak muda secara khusus! Satu bait syair berikut adalah kunci keberhasilan Ibnu Hubairah yang memulai hidup dari seorang anak tak punya hingga masuk di lingkungan istana. Beliau berprinsip ;

وَالْوَقْتُ أَنْفَسُ مَا عُنِيَتْ بِحِفْظِهِ ... وَأَرَاهُ أَسْهَلَ مَا عَلَيْكَ يَضِيْعُ

Waktu adalah harta paling berharga yang mesti dijaga

Kenapa aku lihat dirimu begitu mudah menyia-nyiakannya?

Lendah, 25 Oktober 2021 21.41 WIB

@anakmudadansalaf

Sabtu, 23 Oktober 2021

Mengorek Sampah?

Mengorek Sampah?

Sedih rasanya jika mendengar seorang pemuda mengatakan, “Aku ingin bekerja saja”.

Jika bekerja adalah opsi terakhir dan pilihan yang tak terelakkan, bisalah dimaklumi. Namun, sangat menyakitkan dan menyayat hati, jika hal itu dijadikan pelarian atau pelampiasan untuk tidak lagi thalabul ilmi.

Tidakkah engkau tahu, bekerja sebagai ujud mengarungi lautan dunia, adalah perjalanan panjang. Bekerja itu bukan sebatas bekerja. Engkau bekerja bukan lalu menerima gaji kemudian dihabiskan untuk senang-senang. Bekerja itu bukan hanya urusan uang.

Bekerja adalah ruang hidup yang penuh kebosanan, tekanan, pertentangan, persaingan, godaan-godaan haram, rayuan-rayuan syahwat, dan penat yang tak berujung.

Jika tidak memiliki bekal agama yang memadai, engkau bakal menjadi santapan serigala-serigala dunia. Jika ilmu mu tidak cukup, engkau hanya sebagai korban keserakahan. Apabila imanmu lemah, engkau akan teronggok bagai sampah. Jika tidak mengerti bagaimana bekerja harus bernilai ibadah, nantinya engkau hidup sebagai budak.

Coba bertanya! Bertanyalah kepada mereka yang pernah menjadi robot-robot pabrik. Bertanyalah kepada mereka yang sempat menjadi budak-budak rupiah. Bertanyalah kepada mereka yang dahulunya dijadikan bidak-bidak uang.

Bukankah tidak sedikit dari mereka yang berkesimpulan, “Aku harus berhenti dari semua ini” dan “Aku harus memulai hidup dalam thalabul ilmi”.

Ibnu Qudamah (Mukhtasar Minhajul Qashidin hal.193) mengutip kalimat bijak yang berbunyi, “ Orang yang berambisi terhadap dunia, ibarat minum air laut. Setiap kali meneguknya, justru semakin bertambah haus.Sampai hal itu membunuhnya”

Mengerikan! Namun, itulah kenyataan!

Berapa banyak yang terbunuh karena persaingan dunia? Berapa banyak yang bunuh diri karena tekanan pekerjaan? Sangat banyak yang mengalami depresi karena bekerja. Tak terhitung yang mati sia-sia hanya karena mengejar keutungan yang spekulatif. Dan, banyak orang yang mati rasa karena menghalalkan segala cara.

Untukmu anak muda yang ingin bekerja, punya uang, lalu bisa bersenang-senang...

Ingatlah bahwa dunia ini hanyalah sampah.

Imam Ahmad (Az Zuhud hal 97) menyebutkan riwayat Umar bin Khatab yang berkeliling membawa rombongan lalu berhenti di muka lokasi pembuangan sampah.

Cukup lama Umar berhenti dan berdiri. Sementara nampak terlihat, rombongan tidak nyaman dan merasa terganggu dengan pemandangan dan bau busuknya.

Di saat itulah, Umar bin Khatab mengingatkan kita semua;

 «هَذِهِ دُنْيَاكُمُ الَّتِي تَحْرِصُونَ عَلَيْهَا»

“Sudah inilah dunia yang kalian berambisi mengejarnya”

 Ibnu Qudamah (Mukhtasar hal.193) juga menyebutkan ulama Salaf yang mengajak murid-muridnya menuju lokasi pembuangan sampah.

Di sana, sang guru mengingatkan, “ Coba perhatikan! Inilah ujung dari buah-buahan, daging, madu, dan minyak yang mereka makan”

Begitulah dunia! Dunia adalah sampah yang diperebutkan.

Masruq bin al Ajda' mengajak keponakannya naik ke atas menara di kota Kufah. Dari atas ketinggian sambil melihat-lihat, Masruq berbicara, “Maukah aku perlihatkan dunia kepadamu? Inilah dunia! Mereka makan sampai habis. Mereka berpakaian hingga usang. Mereka berkendaraan dan akhirnya dibuang. Mereka menumpahkan darah karena dunia. Mereka menghalalkan yang haram hanya demi dunia. Dan mereka memutuskan silaturahmi disebabkan dunia” (Hilyatul Auliya 2/97)

Bukannya tidak boleh bekerja. Namun, ukurlah dirimu. Nilailah kadarmu sendiri!

Apakah bekerja itu bagimu telah bernilai ibadah?

Apakah bekerja dapat membantumu meningkatkan ibadah?

Ataukah?

Bekerja adalah pelarianmu dari ibadah?

Bekerja menjadi alasanmu meninggalkan ibadah?

Bekerja justru memperberat langkahmu untuk beribadah?

Bekerja itu tidak semudah yang dibayangkan. Mumpung masih muda, kumpulkanlah bekal cukup agar bekerjamu menjadi ibadah.

Bagaimana bisa bekerjamu akan bernilai ibadah, jika engkau ; masih terbiasa tidur pagi, masih susah menjaga salat, masih senang begadang malam, masih kecanduan game, masih ketagihan film-film bohongan, bagaimana bisa?

Bagaimana bisa niatmu ingin bekerja dapat diterima apabila engkau ; belum bisa membagi waktu, belum bisa membuat rencana hidup, belum mampu mengelola keuangan, belum bisa disiplin, dan belum bisa mengatur diri sendiri, bagaimana akan bisa?

Jika masih juga belum bisa melakukan hal-hal di atas, silahkan saja dinikmati nanti, bagaimana pahitnya menjadi robot kerja tanpa rasa, bagaimana deritanya menjadi budak dunia, dan seperti apa sengsaranya menjadi pengorek-orek sampah. Apalagi jika akhirnya menjadi sampah itu sendiri. Wal 'iyaadzu billah

Pendopo Lama, 23 Oktober 2021 Bakda Isya

@anakmudadansalaf

Jumat, 22 Oktober 2021

SATU BENTUK KELEMBUTAN ALLAH KEPADA HAMBANYA

SATU BENTUK KELEMBUTAN ALLAH KEPADA HAMBANYA

🎙️ Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'dy rahimahullah mengatakan,

"من لطفه بعباده أنه يقدِّر أرزاقَهم بحسب علمه بمصلحتهم لا بحسب مُراداتهم ، فقد يريدون شيئًا وغيره أصلح ؛ فيقدر لهم الأصلَح وإن گرهوه ؛ لطفًا بهم وبرًا وإحسانًا."

"Diantara bentuk kelembutan Allah Ta'ala kepada hamba-hamba-Nya adalah Dia menetapkan rezeki hamba-hamba-Nya sesuai dengan pengetahuan-Nya dan maslahat mereka, bukan sesuai dengan keinginan hamba-hamba-Nya.

Sehingga terkadang para hamba menginginkan sesuatu padahal ada perkara lain yang lebih baik bagi mereka. Maka Allah Ta'ala mentakdirkan yang lebih baik untuk mereka meskipun mereka tidak menyukainya sebagai bentuk kelembutan dan kebaikan untuk mereka."

📓 Al-Mawahib ar-Rabaniyah 148

@KajianIslamTemanggung

Rabu, 20 Oktober 2021

AKIBAT SELALU MELIHAT KE ATAS DALAM URUSAN DUNIA

AKIBAT SELALU MELIHAT KE ATAS DALAM URUSAN DUNIA

🔊 Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'dy rahimahullah mengatakan,

صار ينظر من هو فوقه في العافية والمال والرزق وتوابع ذلك، فإنه لا بد أن يزدري نعمة الله ويفقد شكره

"Pandangannya selalu tertuju kepada orang yang berada di atasnya dalam hal kesehatan, harta, rezeki dan semisalnya, maka pasti orang yang seperti ini akan meremehkan nikmat Allah dan kehilangan rasa syukur kepada-Nya."

📚 Bahjah Qulubil Abrar 48

@KajianIslamTemanggung

Selasa, 19 Oktober 2021

Apakah Kalian Hendak Lari Menjauh Dari Surga?!

Apakah Kalian Hendak Lari Menjauh Dari Surga?!

Sahabat Ammar bin Yasir memiliki banyak keutamaan. Antara lain, tidak ada kaum Muhajirin yang kedua orangtuanya masuk Islam kecuali orangtua Ammar.

Ammar termasuk gelombang pertama yang masuk Islam. Semua pertempuran beliau ikuti, termasuk perang Badar.

Adz Dzahabi dalam Siyar A'lam Nubala menyebutkan cerita Ibnu Umar yang menjadi saksi mata perjuangan dan pengorbanan Ammar bin Yasir dalam perang Yamamah.

Naik ke atas batu besar dan tinggi, Ammar memotivasi pasukan Islam,

"أ من الجنة تفرون؟ "
"Apakah kalian hendak lari menjauh dari surga?"

Padahal waktu itu, satu telinga beliau hampir putus dan menggantung. Ammar tidak pedulikan itu. Beliau tetap bertempur dengan semangat juang tinggi.

Iya, spirit ibadah mereka adalah meraih surga! Apapun terasa ringan dan mudah bila surga dijadikan pembanding.

Siapa bilang ibadah itu tidak lelah? Siapa juga yang bilang ibadah itu mudah?

Ibadah memang melelahkan. Ibadah memang berat.

Namun, jika surga yang selalu ada di pelupuk mata, yang berat menjadi ringan. Yang susah akan mudah.

"Apakah kalian hendak lari menjauh dari surga?"

Ada panggilan ke surga? Ada seruan ke surga?

Kenapa pura-pura tidak mendengar? Kenapa tidak segera menyambutnya? Kenapa malas-malasan mendatanginya? Kenapa seakan-akan tidak tertarik masuk surga?

Majlis ilmu memanggil, namun tidak tergerak.
Bakti orangtua terbuka, tetapi diabaikan begitu saja.
Ajakan donasi membangun masjid atau ma'had disampaikan, malah dilewatkan tanpa rasa.
Tawaran bergabung dalam kepanitiaan atau kepengurusan dakwah diberikan, kenapa dianggap beban? Apalagi dianggap mengganggu pekerjaan.
Kerjabakti atau gotong royong membangun asrama santri dishare di grup, kok bisa-bisanya sengaja diarsipkan tanpa dibuka?
Mendidik dan memperhatikan anak yang sebenarnya kewajiban orangtua, anehnya tidak dilaksanakan?
Bersikap lemah lembut kepada istri merupakan sifat penghuni surga, kenapa dibuang?
Taat kepada suami adalah jalan istri masuk surga, kenapa suka membantah?

"Apakah kalian hendak lari menjauh dari surga?"

Hisyam bin Al Ash adalah saudara kandung sahabat Amr bin Al Ash.

Dalam perang Ajnadain, Hisyam bin Al Ash memompa semangat pasukan Islam. Dengan suara lantang, Hisyam mengingatkan,

"أ من الجنة تفرون؟ "
"Apakah kalian hendak lari menjauh dari surga?"

Subhanallah! Demikianlah semangat generasi terbaik Islam.

Jalan ke surga yang mereka cari. Jalan ke surga yang hendak mereka tempuh.

Kini, bukan perang fisik yang dihadapi. Bukan beradu senjata yang dilakukan. Bukan alat-alat perang yang ada di tangan.

Kini, panggilan ke surga dapat disambut dengan thalabul ilmi, dengan taawun dakwah, dengan donasi pembangunan, dengan aktif dalam program pendidikan, dengan ibadah-ibadah lain yang banyak pilihannya.

Ketika namamu disebut karena diminta terlibat dalam dakwah, jangan merasa terbebani. Jangan menganggap akan membuat susah!

Ketika namamu disebut agar ikut serta dalam kerjabakti, untuk bantuan tenaga, untuk jadwal ronda, untuk membantu dana, jangan merasa berat!

Ucapkan Alhamdulillah dan bersyukurlah. Karena Allah masih memberimu jalan kebaikan. Allah memilihmu untuk berjuang di jalan-Nya. Engkau masih diharapkan manfaat dan kebaikannya.

Justru, ketika namamu tidak disebut, dirimu tidak diminta terlibat, bersedihlah! Di situ seharusnya engkau merasa susah.

Jangan-jangan engkau disulitkan untuk beribadah? Barangkali ada dosa yang menghalangi? Jangan-jangan tidak ada manfaat yang orang berharap darimu? Dan, ada apa denganmu?

Mendekatlah ke majlis ilmu! Mendekatlah ke orang-orang saleh! Agar engkau dekat dengan kebaikan. Agar dekat dengan jalan menuju surga.

Supaya saat ada panggilan ke surga, kita tidak lari menjauh. Tidak lari menghindari.

Ciater, 18 Oktober 2021

@anakmudadansalaf

Sabtu, 16 Oktober 2021

HUKUM SHALAT DI ANTARA TIANG

HUKUM SHALAT DI ANTARA TIANG

✍🏻 Al-'Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan,

الصلاة بين السواري جائزة عند الضيق. أما في حال السعة فلا يصلى بين السواري لأنها تقطع الصفوف

"Shalat (berjama'ah) di antara tiang boleh ketika tempatnya sempit. Namun dalam keadaan longgar tidak boleh melakukan shalat di antara tiang karena hal itu dapat memutus shaf."

📚 Fatawa Arkanil Islam 310

@KajianIslamTemanggung

Rabu, 13 Oktober 2021

Gadis Kecil Penghafal Al-Qur'an Itu Telah Pergi

Gadis Kecil Penghafal Al-Qur'an Itu Telah Pergi

October 13, 2021

Kudengar sorak sorai ceria beberapa anak kecil yang sedang bermain di jalanan depan rumah..Oh ternyata mereka sedang bermain kejar-kejaran..

Masa kanak-kanak.. Sebuah fase untuk membentuk karakter mereka menjadi dewasa nanti.. Usia mereka yang cenderung meniru apa yang orang dewasa lakukan di sekitar mereka, peran orang tua sangat besar dalam fase fase mereka jadi.. Bagaimana kita bisa membentuk mereka menjadi pribadi yang kuat dan tangguh, generasi penerus dakwah..

Untuk sesaat, saya memutar roda waktu kembali, sekitar tiga tahun yang lalu..

Di pagi yang cerah..

"bismillahirrahmaanirrahiim..."

Suara para siswa cilik saling berlomba, penuh semangat membaca ayat demi ayat Al-Qur'an..

Di antara kerumunan anak anak yang masih diatas fitrah ini, duduk di salah satu pojok ruangan kelas 1, seorang gadis kecil bernama Kholifah.. kurang lebih 6-7 tahun usianya saat itu.. ohh, rupanya ia sedang khusyuk membaca deretan ayat ayat suci, bibir kecil nya sibuk menghafalkan surah yang akan ia setorkan pada ustadzah nya..kurang lebih sama seperti yang sedang dilakukan oleh kawan kawan sekelas nya yang lain..Lalu, Apa maksud ku mengarah ke gadis kecil itu?

Rupa rupanya santriwati belia ini punya kisah istimewa...yang akan menjadi cerita yang senantiasa diingat oleh orang orang tercinta nya.. Kawan kawan nya, dan mungkin juga kaum muslimin yang mengenal nya, atau minimal yang pernah mendengar kisah nya.. Menyadarkan kita bahwa betapa dunia ini tak lebih tak kurang, hanyalah sebuah persinggahan..

Beberapa waktu yang lalu..

Ia baru saja takziah dari rumah kawan akrab nya, tetangga dekat rumahnya sekaligus teman sekelas nya.. Ya.. Qodarullah,kawan nya baru saja meninggal dunia.. Di usianya yang masih muda.. Usia 10 tahun. Ia berujar "Enaknya ya mi Fathimah,belum berdosa memang kah itu kak meninggal masih kecil? Masuk surga pasti kah? " tanya nya antusias dengan bahasa anak anak . " In syaa Allah lah, jaminan syurga, Belum baligh, belum dihisab..  jawab sang kakak sekedarnya. "Enaknya ya, aku juga mau meninggal begitu, jaminan surga, ndak berdosa..".

Obrolan hari itu lewat begitu saja, terlebih hanya terucap dari lisan seorang gadis kecil. Aihh.. Rupanya itu harapan besar nya sejak ia mengucapkannya di detik itu.. Dan kejadian 9 oktober 2021 itu kan menjadi saksi atas cita cita mulianya..

Sejak ada rencana perjalanan keluarga menuju Kabupaten sebrang, ia merengek, ngotot minta ikut pergi berkunjung ke tempat kerabat abinya... Ia sempat menangis dan bilang tak ridho dan tak ikhlas jika tidak diajak pergi.. Apalagi mereka akan berlibur ke pantai..tak tega, ia pun akhirnya diizinkan sang ummi untuk ikut pergi..

Sebelum berangkat, ia sempat kan pergi ke warung tetangga. Oh, rupanya ia hendak meminta kardus. "minta yang ukuran besar ya mama fadhil" ujarnya pada pemilik warug.

Dengan semangat ia tenteng kardus besar itu ke rumah. Umi dan kakak kakak nya heran untuk 'untuk apa pulak kardus ini' ... Ternyata semua pakaian yang ada dilemari nya ia pindah kan ke kardus besar itu.. "mau dibawa semua ifah pakaiannya ?". "Enggak, cuma mau disimpan saja, biar rapi"jawab nya santai.

Sore hari sebelum ia pergi, sempat ia bicara pada umminya "Iffah mau selesaikan hafalan dulu mi sebelum pergi, biar selesai surat al munafiqun ku". Yaa, suroh al Munafiqun adalah hafalan terakhirnya.

Gadis kecil itu pun bergegas ke loteng atas rumah nya,tak lama kemudian, ia sudah hanyut dalam lantunan ayat ayat Al Qur'an sambil menghafalnya. Kemudian menyetorkannya pada sang kakak.

Dan sore itu pula, sebelum malamnya berangkat ke tempat abinya, ia bertanya pada ummi "ummi, walaupun orang tidak hafal al Qur'an, bisa masuk syurga juga kah mi?" tanya nya polos." Ya, bisa nak In syaa Allah, masuk syurga dengan amalan sholih yang lain. Puasa, rajin sholat.. "kata ummi menjelaskan.

Ahh, sesungging senyum terukir dibibir kecilnya. Rupanya ia khawatir tak sempat menggapai cita-cita nya menjadi seorang penghafal Al-Qur'an.. Namun, syurga sudah menjadi dambaan hidupnya..

Hari itu ia membawa sangu (bekal) buku saku dzikir pagi petang dan kotak pensil dengan motif pantai, ban dan pohon kelapa pemberian kakak pertama nya..  Gambar yang sama persis dengan kejadiannya nanti disana, menaiki ban dipantai menerjang ombak yang begitu deras..

Jum'at, 8 oktober 2021

Pagi itu cerah.. Secerah hati gadis kecil penghafal Al Qur'an itu.. Bagaimana tidak, hari ini ia akan melakukan perjalanan panjangnya. Perjalanan yang akan mengantarkan nya pulang..

Ia sempat mengutarakan harapnya pada sang Tante "Tante aji, aku pengennya kalau mati, mati syahid"

Selama perjalanan, ifah kecil dengan telaten menjaga dan mengurus sang adik yang menemaninya.Waktu makan pun, di saat keluarga nya yang lain asyik menikmati santapan hidangan, ia dengan penuh kasih sayang mengalah tuk menyuapi adiknya dulu hingga selesai, baru kemudian ia yang giliran makan..Subhanallah...

Siang nya saat tidur, ia bermimpi  umminya terjatuh hingga membuat nya menangis.

Saat tidur malam, rupanya ia bermimpi ganjil lagi.. Ia bermimpi sambil membuka tangan 10 jari dan mengucap angka 10 tiga kali.. Oh, ternyata di bulan itu usianya genap 10 tahun.. Usia yang Allah tutup kehidupannya diangka tersebut..

Sabtu, 9 oktober 2021

Keluarga itu menuju pantai yang dituju. Disaat kakak dan keluarga nya yg lain turun, ifah kecil justru ikut abi dan paman nya yang hendak membeli ikan untuk dibakar.. Qodarullah wa maa syaa'a fa'ala.. Disaat itulah Allah dengan kuasaNya yang telah merancang dengan baik takdir hamba Nya.. Tak melesat satu jengkal pun..

Sang abi menurunkan kembali Ifah kecil dari mobil karena suatu alasan. Ia pun segera menyusul kakak laki-laki nya yg nampak hendak berenang dengan ban.

Rekaman pemandangan indah pantai dihari itu, terdengar suaranya riang gembira berujar "iii cantiknya kak" .. Benar dik, cantik dan indah.. Secantik wajah dan senyummu diakhir hidupmu, seindah cara Allah menjemput nyawamu dengan salah satu tanda syahid..

Iffah kecil merengek minta ikut dinaikkan di ban,mau ikut kakak berenang sanggahnya. Awalnya ditolak oleh sang kakak karena melihat besarnya ombak saat itu. Namun rupanya gadis kecil itu ngotot meminta untuk ikut dan merengek manja sambil merangkul sang kakak dan memeluknya.. Mengalah lah sang kakak.. Dengan dipangku oleh si kakak yang duduk di ban, mereka pun mulai beranjak menjauh dari bibir pantai..

Kepastian itu pun akhirnya datang..

Kakak beradik itu terseret ombak besar .. Gulungannya melemparkan dua tubuh itu menjauh dari tepi pantai, sang kakak berusaha memegang tangan adik kecil nya,namun qodarullah, tekanan ombak besar itu mengalahkan nya untuk tetap memegang tangan ifah kecil.. Sang kakak pun pingsan... Sedangkan gadis kecil itu? yaa...ia telah menuju apa yang selama ini ia dambakan.. Mati syahid..

Beberapa saat kemudian kakak iffah berhasil diselamatkan dengan kondisi kritis, perut kembung yang penuh oleh air laut. Sementara pencarian untuk gadis kecil ini terus dilakukan..

Hampir sejam pencarian itu dilakukan, sang Abi yang saat itu sangat resah dan khawatir,segera sholat dua rakaat... Dengan penuh pengharapan,ia berdoa agar ananda tercinta segera ditemukan.. Doa nya diijabahi oleh Allah..betapa doa ibu bapak itu mustajab kawan ..tak lama setelah itu terdengar teriakan "Jenazah ditemukan.."

Degh.. Tubuh mungil itu sudah tidak bernyawa.. Darah segar mengalir dari hidung nya. Pembuluh darah nya pecah..nadi nya telah berhenti, Namun tubuhnya masih hangat...oh.. Indah nian proses menuju pulang mu dik..tenggelam, salah satu tanda mati syahid yang kau dambakan..

Kau tau kawan.. Saat sang ummi dikabarkan berita duka ini, beliau tidak langsung menangis, "aku ikhlas, In syaa Allah" .. Ucap nya lirih tanpa sedikitpun air matanya mengalir.. Subhanallah...

Allah mudahkan urusan mu dik.. Seiiring dengan dirimu yang selalu membantu orang lain semasa hidup mu.

Kau, ifah kecil yang dikenal ramah, ringan tangan,dengan cadar yang kau tutup rapat menutupi wajah fitrah mu yang belum baligh..

Gadis kecil yang rajin berpuasa Sunnah Senin & Kamis.. Tidak pernah tertinggal berjama'ah bersama sang ummi walau disholat subuh sekalipun.. Juga sering nampak menjaga adik adik dan ponakan nya sambil memuroja'ah al Qur'an..

Oh, Masih ku ingat suara merdu mu saat menyetorkan hafalan.. Yaa.. Aku yg sempat menjadi guru tasmi'mu saat kau masih kelas satu dulu..Rupanya kau lebih dulu mendahului kami..

Suatu waktu ifah kecil, seraya memegang mushaf yang biasa ia pinjam dari kakaknya itu, ia berujar "gimana sih kak biar bisa hafal al Qur'an, aku mau juga, ajarin caranya...eh tapi kayaknya aku nggak bisa deh, tebal betul ini al Qur'an.." Oh dik, ternyata bukan soal mushaf nya yg tebal, tapi soal usia mu yang singkat ini yang membuatmu tak mampu menghafalkan nya hingga selesai...

Kakak mu bercerita padaku, beberapa hari sebelum kepergian mu, kau  membaca surat al fajr beserta terjemahnya. Lalu terpukau pada ayat :

يا أيتها النفس المطمئنة} 

"Wahai jiwa yang tenang "

ارجعي إلى ربك راضية مرضية}

" Kembalilah kepada Tuhan mu dengan hati yang ridho dan diridhoi Nya "

فادخلي في عبادي}

" Maka masuklah ke dalam golongan hamba hamba ku"

وادخلي جنتي}

"Dan masuklah ke dalam syurga Ku"

Kau begitu kagum dengan kalimat penyambutan di ayat itu.. Kau bertanya pada ummimu "Siapa yang omongin begini mi? Terus.. Kapan diomongin begini?" "Malaikat yang sambut begitu kalau orang mu'mim dicabut nyawa nya.. "kata ummi. Kau kagum bahagia" maa syaa Allah ya orang mu'mim, enak betul disambut malaikat begitu.. ".Subhanallah..

Kini.. Gadis kecil penghafal Al Qur'an itu telah pergi...pergi bersamanya hafalan al Qur'an dan suara syahdunya saat melantunkan ayat ayat suci..

Suara Ifah bersama 2 orang sepupunya tilawah suroh arrohman.. Suaranya diawal dan akhir bacaan
Atas hidayah Nya...kau dan kawan kawan sekelas mu lah yang menjadi pelecut bagi ku untuk belajar kembali.. Memberanikan diri menyebrangi lautan, menuju tanah sebrang, bersimpuh kembali di majelis ilmu, agar ku bisa belajar bagaimana seharusnya aku menjadi guru yang baik yang bisa memberikan manfaat untuk anak-anak kaum Muslimin..

Terima kasih..

Jazaakillahu ahsanal jaza'.. Telah memberi kami pelajaran berharga bagaimana seharusnya kami menyikapi hidup ini.. Teringat sederet nasihat berharga dari kakak tercinta mu yang sangat kau banggakan..

"Saudariku..

Jadilah engkau seorang tholibah 'ilm yang memiliki himmah (cita cita /tekad) yang sangat tinggi..setinggi bintang Tsuroyya yang berada di langit nan jauh disana.. Benar.. Kakimu berpijak di dunia.. Tapi kau harus memiliki himmah yang kuat dalam perjalanan hidup mu..."

Yaa..memiliki himmah yang tinggi adalah sebuah keharusan.. Seperti cita cita mu.. Masuk syurga tanpa hisab, dalam keadaan masih kecil, belum baligh, dan berpulang dengan salah satu tanda syahid..

In syaa Allah dik.. In syaa Allah.. Kau telah mendapatkan nya..

Sedangkan kita? Hanya soal waktu, kepastian itu cepat atau lambat akan datang mengambil kita.. Bersiap siaga lah..

Nas'alullahas salaamah wal afiyah..

Wallahu a'lam bis showwab

Pagi ini

13 oktober 2021

Dibawah langit Samarinda

-Hamba yang lemah dan faqir ilmu yang berharap ampunan Nya-

https://telegra.ph/Gadis-Kecil-Penghafal-Al-Quran-Itu-Telah-Pergi-10-13

Dpt info, putrinya ikhwah Samarinda 

Laporan Korban Tenggelam RT. 05 Kelurahan Tanjung Tengah Kecamatan Penajam Kab. Penajam Paser Utara*

*Waktu Kejadian :*
Hari/Tanggal :
Sabtu, 09 Oktober 2021
Pukul : 07.30 Wita

*Waktu Laporan Masuk :*
Hari/Tanggal :
Sabtu, 09 Oktober 2021 Pukul : 07.36 Wita

*Alamat Kejadian :*
RT = 05
Kelurahan/Desa = Tanjung Tengah
Kecamatan = Penajam
Kabupaten/Kota = Penajam Paser Utara
Provinsi = Kalimantan Timur
Titik Koordinat = -1°39'63,1956"S 116°67'02,24204"E

*Pelapor :*
Bapak Sabir Ibrahim, SH. M. H. (Paman dari Korban)

*Korban Terdampak 2 Orang*

*1.* M. Farhan Hamzah  (19 th) beralamat di Jalan Gotong Royong RT. 13 Kelurahan Handil Bakti Kecamatan Palaran, Samarinda (Sudah ditemukan dalam keadaan Selamat) ;
*2.* Kholifah (10 th) adik dari Sdr. Farhan Hamzah  (19 th) beralamat di Jalan Gotong Royong RT. 13 Kelurahan Handil Bakti Kecamatan Palaran, Samarinda (Sudah ditemukan dalam keadaan Meninggal Dunia) ;

*Kronologis Kejadian :*
*1.* Sesuai informasi dari paman korban bahwa mereka sebanyak 4 mobil berangkat dari Samarinda untuk menghadiri acara keluarga di Desa Labangka , kemudian setelah acara di Desa Labangka  mereka bermalam di di tempat keluarganya di lokasi Tanjung Jumlai ;
*2.* Pagi ini  Sabtu 09 Oktober 2021 mereka pergi ke pantai Tanjung Jumlai untuk berenang , kemudian tiba tiba 2 orang dari mereka terseret arus air yaitu atas nama M. Farhan Hamsah (19th) dan Kholifah (10th) ;
*3.* Kemudian atas nama M. Farhan (19th) dapat diselamatkan dan langsung di bawa ke Puskesmas Petung  namun atas nama Kholifah (10th) masih dalam pencarian;
*4.* Kemudian pada pukul 08.32 Wita korban Kholifah (10th) sudah diketemukan dalam keadaan MD saat ini dibawa ke rumah keluarga korban di sekitar lokasi Tanjung Jumlai.

Sumber : BPBD PPU

#infopenajam 

Senin, 11 Oktober 2021

Mewakafkan Masjid dengan Keikhlasan dan Bimbingan

Mewakafkan Masjid dengan Keikhlasan dan Bimbingan

By Redaksi on Feb 08, 2020

 

        عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَنْ بَنَى لِلهِ مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللهِ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ.

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa membangun masjid dengan mengharapkan wajah Allah, sungguh Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di jannah/surga’.”

 

Takhrij Hadits

Hadits Amirul Mukminin Utsman bin Affan radhiyallahu anhu ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya (1/453), Muslim (1/378 no. 533), dan Ibnu Hibban (4/488 no. 1609,) melalui jalan Ubaidillah al-Khaulani dari Utsman bin Affan radhiyallahu anhu.

Diriwayatkan pula oleh al-Imam Ahmad dalam al-Musnad (1/61 & 70), at-Tirmidzi (2/134 no. 318), Ibnu Majah (1/243 no. 736) dalam Sunan keduanya, dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (2/269 no. 1291), melalui jalan Abu Bakr al-Hanafi, dari Abdul Hamid bin Ja’far, dari ayahnya, dari Mahmud bin Labid, dari Utsman bin Affan radhiyallahu anhu.

Hadits ini termasuk dalam deretan hadits-hadits mutawatir[1]. Puluhan sahabat meriwayatkan hadits tersebut, termasuk Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Dalam sebuah bait syair dikatakan,

        مِمَّا تَوَاتَرَ حَدِيْثُ مَنْ كَذَبْ

        وَمَنْ بَنَى لِلهِ بَيْتاً وَاحْتَسَبْ

Di antara yang mutawatir adalah hadits “Man kadzaba….”

dan “Barang siapa membangun sebuah rumah untuk Allah lalu mengharapkan pahalanya….”

Al-Imam as-Suyuthi rahimahullah (wafat 911 H) menyebutkan sahabat-sahabat yang meriwayatkan hadits ini. Di antara mereka adalah al-Khulafa’ ar-Rasyidin: Abu Bakr ash-Shiddiq, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib; juga Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Jabir bin Abdillah, Abdullah bin al-‘Abbas, Aisyah, Ummu Habibah, Abdullah bin Amr bin al-Ash, Watsilah bin al-Asqa’, Asma’ bintu Yazid, Nabith bin Syarith, Abu Umamah, Abu Dzar al-Ghifari, Abu Qarshafah, Mu’adz bin Jabal, dan ‘Amr bin ‘Abasah, semoga Allah subhanahu wa ta’ala meridhai mereka seluruhnya. (Qathful Azhar al-Mutanatsirah)[2]

 

Penjelasan Hadits

Membangun masjid termasuk wakaf dan amalan yang tidak akan terputus pahalanya dengan kematian, selama manfaatnya masih dirasakan. Mendirikan masjid termasuk sedekah jariyah yang tersebut dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan banyak ahlul hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu,

        إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seorang mati, terputuslah amalannya selain tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.”

Di samping pahala yang terus mengalir, Allah subhanahu wa ta’ala juga menjanjikan pahala yang besar bagi seseorang yang membangun masjid, sebagaimana halnya yang ditunjukkan oleh hadits Utsman radhiyallahu anhu di atas. Barang siapa membangun masjid karena Allah subhanahu wa ta’ala, tidak mengharapkan pujian manusia, riya (ingin dilihat), atau sum’ah (ingin didengar), sungguh Allah subhanahu wa ta’ala akan membangun baginya sebuah rumah di jannah.

Tentu, rumah itu tidak bisa dibayangkan keindahannya. Apa yang disediakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala tidak bisa dibandingkan dengan bangunan terindah sekalipun di dunia ini, sebagaimana ditunjukkan oleh sebuah hadits qudsi,

        أَعْدَدْتُ لِعِبَادِيَ الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ، وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

“Aku menyediakan bagi para hamba-Ku yang saleh, kenikmatan yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan belum pernah pula terbetik dalam kalbu manusia.” (HR. al-Bukhari no. 3244, 4779 dan Muslim no. 2824 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

 

Berapa pun Ukuran Masjid yang Dibangun, Allah Akan Membalasnya

Kata (مَسْجِدًا) dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di atas adalah kata nakirah (kata benda yang tidak tertentu). Ini menunjukkan bahwa semua masjid yang dibangun akan mendapatkan pahala yang dijanjikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, berapa pun ukurannya, besar atau kecil.

Makna ini datang dalam lafadz hadits Anas bin Malik radhiyallahu anhu,

        مَنْ بَنَى لِلهِ مَسْجِدًا صَغِيرًا كَانَ أَوْ كَبِيرًا بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

“Barang siapa membangun masjid, kecil atau besar, Allah subhanahu wa ta’ala akan membangunkan untuknya rumah di surga.” (HR. at-Tirmidzi dalam as-Sunan no. 319)[3]

Dalam hadits lain, hadits Abu Dzar radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan dorongan yang kuat untuk membangun masjid walaupun kecil. Beliau shallallahu alaihi wa sallam membuat permisalan yang sangat mendalam dengan sabdanya,

        مَنْ بَنَى لِلهِ مَسْجِدًا وَلَوْ مَفْحَصَ قُطَاةٍ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

“Barang siapa membangun masjid walaupun seluas peraduan (tempat mengeram) burung, Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di surga.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 1/310, Ahmad no. 2157, al-Bazzar, ath-Thabarani, dan Ibnu Hibban. Hadits ini dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’)

“Barang siapa membangun masjid, kecil atau besar, Allah subhanahu wa ta’ala akan membangunkan untuknya rumah di surga.” (HR. at-Tirmidzi dalam as-Sunan no. 319)

 

 

Al-Munawi rahimahullah mengatakan, “Mayoritas ulama membawa hadits di atas kepada makna mubalaghah (menyangatkan) karena peraduan burung hanyalah seukuran tempat telur dan tempat tidurnya. Sebuah ukuran yang tidak cukup untuk melakukan shalat.” (at-Taisir bi Syarh al-Jami’ ash-Shaghir)

Asy-Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah berkata, “Masjid, sebagaimana diketahui, tidak mungkin berukuran sebesar peraduan (tempat mengeram) burung. Namun, sabda ini sebagai bentuk mubalaghah (perumpamaan bahwa sekecil apa pun bangunan masjid, Allah subhanahu wa ta’ala tetap memberi pahala besar atas amalan tersebut). Sebagian ulama mengatakan bahwa ukuran tersebut (yakni sekecil peraduan burung) mungkin saja terwujud. Hal itu terjadi manakala masjid dibangun dengan bergotong royong dengan andil yang sedikit dari setiap orang. Artinya, pembangunan masjid dilakukan oleh beberapa orang.” (Ceramah asy-Syaikh al-Abbad dalam syarah Sunan Abi Dawud)

Membangun Masjid & Memakmurkannya dengan Amalan Saleh

Masjid adalah rumah Allah subhanahu wa ta’ala. Disandarkan kepada-Nya karena kemuliaannya. Allah subhanahu wa ta’ala memilih masjid sebagai tempat yang paling Dia cintai. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

        أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ تَعَالَى مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهَا

“Tempat yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid-masjidnya, sedangkan tempat yang paling Dia benci adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim [1/464 no. 671] dari jalan Abdurrahman bin Mihran, maula Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari beliau)

Hati orang-orang yang beriman selalu terkait dengan rumah-rumah Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan penuh harap kepada Allah subhanahu wa ta’ala, mereka memuliakan masjid-masjid Allah subhanahu wa ta’ala dan memakmurkannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

          فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ ٣٦ رِجَالٌ لَّا تُلۡهِيهِمۡ تِجَٰرَةٌ وَلَا بَيۡعٌ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ يَخَافُونَ يَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلۡقُلُوبُ وَٱلۡأَبۡصَٰرُ ٣٧ لِيَجۡزِيَهُمُ ٱللَّهُ أَحۡسَنَ مَا عَمِلُواْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضۡلِهِۦۗ وَٱللَّهُ يَرۡزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيۡرِ حِسَابٍ

“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk ditinggikan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (Mereka mengerjakan hal itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (an-Nur: 36—38)

Dalam ayat di atas, Allah subhanahu wa ta’ala telah mengizinkan, yakni memerintahkan, agar masjid ditinggikan.  Apa makna “meninggikan rumah-rumah Allah” dalam ayat ini?

Dalam kitab-kitab tafsir disebutkan dua penafsiran ayat ini.

Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan agar masjid-masjid dibangun[4].

Hal ini seperti firman Allah subhanahu wa ta’ala tentang Nabi Ibrahim dan Isma’il alaihimassalam ketika meninggikan Baitullah, yakni membangunnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

          وَإِذۡ يَرۡفَعُ إِبۡرَٰهِ‍ۧمُ ٱلۡقَوَاعِدَ مِنَ ٱلۡبَيۡتِ وَإِسۡمَٰعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membangun) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Rabb kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 127)

Perintah dan dorongan membangun masjid banyak diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam seperti hadits mutawatir yang sedang kita bicarakan dalam rubrik ini. Demikian pula hadits Aisyah radhiyallahu anha,

        أَمَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبِنَاءِ الْمَسَاجِدِ فِي الدُّوْرِ وَأَنْ تُنَظَّفَ وَتُطَيَّبَ

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan agar masjid-masjid dibangun di kabilah-kabilah (kampung-kampung). Beliau juga memerintahkan agar masjid dibersihkan dan diberi wewangian.” (HR. at-Tirmidzi dalam “Kitab al-Jumu’ah” no. 594, Sunan Abu Dawud dalam “Kitab ash-Shalah” no. 455 dan Ibnu Majah dalam “Kitab al-Masajid wal Jama’at” no. 759, dinyatakan sahih oleh al-Albani)

Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan agar masjid-masjid diagungkan, dihormati, dan dimuliakan dengan zikir, doa, dan ibadah, dibersihkan, dijaga, tidak boleh ada di dalamnya ucapan-ucapan kotor, dosa, atau kefasikan.

Al-Hasan rahimahullah mengatakan, “Diagungkan maksudnya tidak disebut ucapan-ucapan yang buruk dalam masjid.”[5]

Makna kedua ini ditunjukkan pula oleh sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang sangat banyak. Beliau memerintah kita untuk membersihkan masjid dan memberikan wewangian, seperti dalam hadits Aisyah radhiyallahu anha,

        وَأَنْ تُنَظَّفَ وَتُطَيَّبَ

“Dan diperintahkan agar (masjid) dibersihkan dan diberi wewangian.”

Dahulu, pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ada seorang wanita yang selalu membersihkan dan menyapu Masjid Nabawi.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga mengajarkan umatnya shalat tahiyatul masjid sebelum duduk di dalamnya.

Untuk memuliaan masjid, beliau juga melarang kita makan bawang lalu masuk ke masjid karena bau yang ditimbulkan akan mengganggu kaum mukminin. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma,

        أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي غَزْوَةِ خَيْبَرَ: مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ-يَعْنِي الثُّومَ-فَلَا يَأْتِيَنَّ الْمَسَاجِدَ

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda ketika Perang Khaibar, “Barang siapa memakan dari pohon ini—yakni bawang—, jangan sekali-kali ia mendatangi masjid-masjid.” (HR. Muslim 1/393 no. 561)

Beliau juga melarang umatnya meludah di masjid atau mengotorinya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,

        عُرِضَتْ عَلَيَّ أَعْمَالُ أُمَّتِي حَسَنُهَا وَسَيِّئُهَا، فَوَجَدْتُ فِي مَحَاسِنِ أَعْمَالِهَا الْأَذَى يُمَاطُ عَنِ الطَّرِيقِ، وَوَجَدْتُ فِي مَسَاوِي أَعْمَالِهَا النُّخَاعَةَ تَكُونُ فِي الْمَسْجِدِ لَا تُدْفَنُ

“Ditampakkan kepadaku amalan-amalan umatku, yang baik dan yang buruk. Aku pun melihat, di antara amalan-amalan baik umatku adalah duri-duri/gangguan yang disingkirkan dari jalan. Aku juga melihat, di antara amalan jelek mereka adalah riak/dahak yang berada di masjid, tetapi tidak ia pendam (dibuang).” (HR. Muslim dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu anhu)

Membersihkan masjid dari ludah atau yang semisalnya tidak hanya dilakukan oleh orang yang mengotorinya, tetapi juga oleh orang yang melihatnya. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma,

        أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى بُصَاقًا فِي جِدَارِ الْقِبْلَةِ فَحَكَّهُ

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat ludah menempel di dinding masjid, maka beliau mengoreknya.” (HR. Muslim 1/388 no. 547)

Di antara bentuk pengagungan kepada masjid, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang jual beli di dalam masjid.

Perintah mengagungkan masjid juga tampak dalam kisah seorang badui yang kencing di masjid Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Anas bin Malik radhiyallahu anhu bercerita,

        جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ، فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمُ النَّبِيُّ، فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ

“Seorang Arab badui datang lalu kencing di salah satu sisi masjid (Nabawi). Orang-orang pun bangkit untuk mencegahnya. Namun, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang para sahabat. Ketika sang badui selesai dari kencingnya, Rasulullah memerintahkan agar dibawakan satu ember air dan dituangkan pada tanah yang terkena kencing.” (HR. al-Bukhari no. 219 dan Muslim no. 284, dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu. Ada pula riwayat lain dari beberapa sahabat selain Anas radhiyallahu anhu)

Pada sebagian riwayat kisah di atas, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan nasihat kepada si Badui,

        إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ، إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ

“Sesungguhnya masjid-masjid itu tidak pantas untuk dikotori dengan kencing dan kotoran. Masjid itu didirikan hanyalah untuk berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala, shalat, dan membaca al-Qur’an.”

Memakmurkan masjid dengan membangunnya dan dengan beribadah di dalamnya adalah tanda orang-orang yang beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan hari akhir. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

          إِنَّمَا يَعۡمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمۡ يَخۡشَ إِلَّا ٱللَّهَۖ فَعَسَىٰٓ أُوْلَٰٓئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ ٱلۡمُهۡتَدِينَ

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain Allah. Merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (at-Taubah: 18)

Membangun Masjid dengan Ikhlas dan Mutaba’ah

Pahala yang besar dari ibadah tidak akan terwujud kecuali jika diiringi keikhlasan dan sesuai dengan bimbingan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dua hal ini adalah syarat diterimanya suatu amalan.

Demikian pula membangun rumah Allah subhanahu wa ta’ala. Ibadah ini wajib diiringi oleh keikhlasan dan bimbingan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dalam hadits Utsman bin Affan radhiyallahu anhu disebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

        مَنْ بَنَى لِلهِ مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللهِ 

“Barang siapa membangun masjid, dengannya ia mengharapkan wajah Allah….”

Mengingat pentingnya ikhlas, ulama memberikan peringatan ketika seorang membangun masjid agar tidak menulis namanya pada masjid yang ia bangun agar keikhlasannya lebih terjaga.

 

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Siapa yang menulis namanya pada masjid yang ia bangun, dia jauh dari keikhlasan.” (Dinukil oleh al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi 2/222)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang penamaan masjid dengan nama orang, misal Masjid Fulan bin Fulan.

Beliau menjawab, “Penamaan seperti itu mengandung sisi kebaikan dan sisi keburukan. Sisi kebaikannya, ketika manusia membaca nama masjid, manusia akan mendoakan pembangunnya, ‘Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mengampuni orang yang telah membangunnya. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan balasan yang baik kepadanya’, atau doa-doa yang semisal.

Di sisi lain, penamaan tersebut mengandung keburukan, yaitu dikhawatirkan munculnya riya. Hal ini manakala ia membuat penamaan itu agar manusia melihatnya. Saat riya mengiringi sebuah amalan, sungguh ia akan menggugurkan amalan tersebut. Telah sahih dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

        قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Aku adalah sesembahan yang tidak membutuhkan sekutu. Barang siapa melakukan suatu amalan yang ia menyekutukan selain-Ku dengan-Ku pada amalan itu, sungguh Aku tinggalkan ia bersama sekutunya.” (HR. Muslim no. 2985, dari siaran “Nurun ‘Ala ad-Darb”)

Di samping keikhlasan ketika membangun masjid, seorang harus memperhatikan bimbingan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam amalan yang agung ini. Menyelisihi bimbingan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berakibat tidak diterimanya amalan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

        مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa mengamalkan sebuah amalan yang tidak ada ajarannya dari kami, amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu anha)

Di antara penyelisihan syariat dalam hal membangun masjid adalah membangun masjid di atas kuburan. Hal ini sering kita saksikan di tengah-tengah umat.

Menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid dan tempat ibadah adalah perbuatan Yahudi dan Nasrani yang dilaknat oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

        لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid.” (HR. al-Bukhari no. 435 dan Muslim no. 531 dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha)

Dalam hadits Jundub radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

        أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ، أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ، فَإِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

“Ketahuilah, sungguh kaum yang sebelum kalian menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid. Maka dari itu, janganlah kalian menjadikan kubur sebagai masjid. Sungguh, aku melarang kalian dari perbuatan itu.” (HR. Muslim no. 532)

Menjadikan kuburan orang saleh atau yang dianggap saleh sebagai masjid dan tempat ibadah adalah sebab yang mengantarkan pelakunya kepada syirik akbar.

Lihatlah apa yang terjadi di sekitar kita, di negeri ini. Kuburan para wali dijadikan tempat untuk beribadah, dijadikan masjid, dijadikan tempat untuk shalat, dijadikan tempat untuk iktikaf, hingga manusia pun menggantungkan asa dan harapan kepada penghuni kubur. Mereka menangis dan khusyuk di sisi kuburan para wali. Mereka meyakini bahwa orang-orang yang mati itu akan menjadi perantara yang menyampaikan permohonan mereka kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Akhirnya, terjatuhlah banyak manusia ke dalam kesyirikan. Wal ‘iyadzu billah.

Ada seseorang yang dahulu pernah berziarah ke makam Sunan Kali Jaga, Kadilangu, Demak, bercerita kepada kami. Manusia demikian berdesak menanti giliran masuk ke dalam ruangan makam. Begitu masuk, mereka menangis, khusyuk, menyampaikan segala keluh kesah dan permohonan.

Tentang masjid-masjid yang dibangun di atas kubur, Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Dibenci mengerjakan shalat di masjid-masjid tersebut, yakni yang dibangun di atas kubur para nabi, orang saleh, atau raja-raja. Dalam masalah ini, saya tidak tahu ada perbedaan pendapat (di kalangan ulama). Shalat (yang ditegakkan dalam masjid yang dibangun di atas kuburan) tersebut tidak sah karena adanya larangan dan laknat….” (Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim 2/675)

Al-Imam al-Baihaqi[6], seorang pemuka ulama mazhab Syafi’i, membuat sebuah bab dalam kitab beliau, as-Sunan al-Kubra, dengan judul “Larangan Shalat Menghadap Kubur”. Kemudian beliau meriwayatkan hadits melalui jalan beliau, dari sahabat Abu Martsad al-Ghanawi radhiyallahu anhu yang berkata,

        سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: لاَ تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلاَ تُصَلُّوا إِلَيْهَا

Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian duduk di atas kubur, jangan pula kalian shalat menghadapnya.”

Setelah menyebutkan hadits di atas, al-Baihaqi mengatakan, “(Hadits ini) diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dalam ash-Shahih, dari al-Hasan bin ar-Rabi’, dari Ibnul Mubarak.”

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kemudahan kepada kaum muslimin untuk beribadah sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan penuh keikhlasan, mengharapkan wajah Allah subhanahu wa ta’ala.

Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

 

[1] Istilah mutawatir secara bahasa berasal dari kata “tawatara” yang bermakna “silih berganti atau terus-menerus.” Hal ini seperti firman Allah subhanahu wa ta’ala,

          ثُمَّ أَرۡسَلۡنَا رُسُلَنَا تَتۡرَاۖ

“Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut.” (al-Mu’minun: 44)

Adapun secara istilah, hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak rawi yang secara kebiasaan tidak mungkin mereka bersepakat di atas kedustaan, dan berita tersebut bersandar kepada pancaindra, yakni benar-benar hasil pendengaran atau penglihatan mereka.

Adapun berita yang disandarkan pada persangkaan, khayalan, atau yang semisal itu, meskipun diriwayatkan oleh banyak manusia, bahkan diwariskan dari generasi ke generasi, tidaklah dikatakan sebagai berita mutawatir. Contohnya, keyakinan ahlul kitab bahwasanya Isa bin Maryam meninggal disalib. Allah subhanahu wa ta’ala membantah keyakinan mereka yang batil ini dalam firman-Nya,

          وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِن شُبِّهَ لَهُمۡۚ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِّنۡهُۚ مَا لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٍ إِلَّا ٱتِّبَاعَ ٱلظَّنِّۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينَۢا

“Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keraguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu melainkan mengikuti persangkaan belaka. Mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.” (an-Nisa: 157)

[2] “Kitab Shalat” hlm. 84 hadits ke-28.

[3] Dinyatakan dha’if oleh Syaikh al-Albani rahimahullah. Meskipun lemah, hadits Abu Dzar radhiyallahu anhu berikutnya menunjukkan kebenaran makna hadits tersebut. Wabillahit taufiq.

[4] Makna pertama ini disebutkan oleh beberapa ahli tafsir, seperti al-Imam Mujahid rahimahullah.

[5] Ma’alimut Tanzil (Tafsir al-Baghawi).

[6] Al-Hafizh Abu Bakr Ahmad bin al-Husain bin Ali al-Baihaqi. Beliau lahir pada 384 H dan meninggal pada 458 H, lima tahun sebelum wafat al-Khathib al-Baghdadi dan Ibnu Abdil Barr.

 

Ditulis oleh al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.

Dari : Group WA Salafy Sragen

NASIB ORANG YANG FAJIR

NASIB ORANG YANG FAJIR

ALLAH berfirman,

{وَإِنَّ ٱلۡفُجَّارَ لَفِی جَحِیمࣲ}

Dan sesungguhnya orang-orang yang fajir (jahat) itu berada di neraka Jahim.

[Surat Al-Infithar :14]

💬 Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'dy rahimahullah menjelaskan,

الذين قصروا في حقوق الله وحقوق عباده، الذين فجرت قلوبهم ففجرت أعمالهم. لفي جحيم أي عذاب أليم في الدار الدنيا ودار البرزخ في دار القرار

'Mereka adalah orang-orang yang melalaikan hak-hak ALLAH dan hak hamba-hamba-Nya. Mereka orang-orang yang fajir (jahat) hatinya, sehingga fajir pula amalan-amalan mereka.

Mereka berada di neraka Jahim,
yaitu berada dalam siksaan yang sangat pedih, baik di alam dunia, alam barzah maupun negeri tempat menetapnya mereka (akhirat)."

✍️ Tafsir as-Sa'di 867

@KajianIslamTemanggung