Renungan Ikhwan:
RENUNGAN UNTUK IKHWAN LENDAH
(Edisi 29)
Serangkai kata mengandung hikmah dari saudara A** A**** (ed), selaku Admin di @kajianislamlendah membuat saya cukup terkesan. Di dalam channel telegram yang beliau kelola, pernah didalam deskripsinya tertulis kalimat ringkas berbunyi : ”Mencoba Berbagi, Walau Sebesar Dzarrah”. Entah seperti apa aturan main yang ditetapkan untuk jarak penulisannya, namun saya sering membacanya.
As Sa'di dalam tafsir surat Az Zalzalah memaknai dzarrah dengan "allati hiya ahqarul asy-yaa". Dzarrah itu menggambarkan tentang sesuatu yang paling kecil. Beberapa literatur lain juga menyebut hal yang sama. Memang ada yang menterjemahkannya dengan sebesar biji sawi, sebutir pasir atau sebersik debu. Akan tetapi -wallahu a'lam-, semuanya menunjukkan sebagai ukuran paling kecil yang kita ketahui, itulah kadar dari dzarrah.
Di dalam surat Az Zalzalah, kita didorong untuk bersemangat dalam beramal kebaikan tanpa harus mengukur besar kecilnya. Asalkan ada tekad dan kemauan, selagi ikhlas dan berbalut ketulusan, sekecil apapun kebaikan yang dilakukan, niscaya balasannya akan dilipat-gandakan. Bukankah satu kebaikan akan diganjar dengan sepuluh pahala, bahkan lebih dari itu?
Apa yang akan kita peroleh nantinya, bukanlah ranah kita untuk meng-angka-kan dan membilangnya. Bukan tugas kita menghitung-hitung, sebesar apakah pahala yang akan Allah berikan. Kenapa? Allah tidak akan mensia-siakan amalan kebaikan hamba-Nya. Semua tercatat dengan rapi dan utuh di dalam kitab catatan kebaikan. Jangan risau!
Justru pesan dari sahabat Abdullah bin Mas'ud Radhiyallohu'anhu yang harus selalu kita ingat-ingat. Apa pesan beliau? Hitung-hitunglah kesalahanmu! Iya benar. Seringkali bahkan barangkali itu sudah menjadi watak kita untuk tidak peduli dan mudah lupa dengan dosa yang diperbuat. Seakan-akan dosa itu tidak pernah ada. Seolah-olah dosa tersebut tidak akan diproses hisab pada hari kiamat kelak. Allahul musta'an.
Mencoba Berbagi, Walau Sebesar Dzarrah. Kata-kata ini layak dijadikan pengingat dan penyadar hidup. Betapa kita dituntun dan dituntut untuk selalu berpikir, kebaikan apa yang bisa kita perbuat? Tentu bukan sekadar berpikir, hasil dan jawaban dari pertanyaan tersebut pun harus diwujudkan nyata dengan amalan. Jika hanya berpikir tanpa ada niatan untuk berbuat, apalah guna itu semua.
Dalam praktek hidup nyata di dunia ini, banyak kejadian menakjubkan yang bisa kita saksikan. Tentang mereka-mereka yang tulus dalam berbagi kebaikan. Ingat dan tolong, janganlah kata "berbagi" ini dipahami dalam pengertian memberikan harta! Selalu berupa benda! Tidak lepas dari makna materi dan dzat! Tolong, buang sejauh-jauhnya pemikiran seperti itu!
Ada seorang ikhwan yang rajin menyapu halaman pondok disetiap kali mengantarkan anaknya. Ada seorang ikhwan yang tekun menyiapkan meja dan kursi ustadz disetiap taklim. Pun ada seorang ikhwan yang dengan semangat selalu merangkaikan sepotong doa : "Semoga Allah senantiasa mencurahkan kesabaran untuk ustadz-ustadzku". Ada yang sambil tersenyum rela menyirami tanaman dan pepohonan di area pondok. Memungut sampah, menutup kran, merapikan parkir kendaraan, menyapa warga sekitar pondok, bukankah itu semua adalah amal-amal kebaikan?
Barangkali masih banyak dari kita yang beranggapan bahwa berbagi itu haruslah dalam bentuk jumlah yang banyak, atau melakukan sesuatu yang besar. Padahal Allah telah menerangkan didalam salah satu firman-Nya yang artinya : "Barangsiapa berbuat kebaikan sekadar dzarah pun, niscaya ia akan melihat pahalanya (kelak di hari kiamat)". Lalu apa yang telah Anda perbuat?
00000_____00000
Bangunan inti Perpustakaan di Lendah memang belum berdiri. Jangankan dinding atau tiang, menggali untuk pondasi saja belum kita mulai. Alhamdulillah untuk lahan sudah dibilang cukup untuk calon kompleks Perpustakaan sederhana. Walaupun demikian, ingatlah bahwa cita-cita kita kedepan tidaklah sesederhana itu. Impian kita adalah membudayakan hidup dengan membaca, menelaah, dan menulis.
Renungan Ikhwan:
Walaupun bangunan inti belum berbentuk apa-apa, kita patut bersyukur kepada Allah bahwa sebuah bangunan rumah telah Allah mudahkan. Persis sejak hari pertama Ramadhan, bangunan tersebut sudah kita gunakan untuk kegiatan taklim Shubuh. Guna mengejar progress of psikis, kitab-kitab yang saya punya telah dipindahkan dari rumah ke bangunan tersebut. Wakaf di jalan Allah!
Nah, pagi tadi salah seorang kawan menitipkan satu kardus berisi kitab-kitab karya para ulama. Ukurannya bervariasi, ada yang tebal ada juga yang sedang bahkan tipis. Lumayan dan cukup banyak yang ia amanahkan untuk Perpustakaan. Mudah-mudahan bermanfaat dan menjadi amal jariyah untuk beliau.
Sebelumnya, entah siapa dan dari mana, seseorang menitipkan lima buah mushaf Al Qur'an. Katanya : "Titipan seseorang dari luar kota, Ustadz". Alhamdulillah, mushaf-mushaf tersebut juga sudah dimanfaatkan, dibaca di bangunan yang kita namakan dengan Baitul 'Azmi (Rumah Tekad).
Kian hari rasanya semakin optimis saja diri ini untuk segera mewujudkan perpustakaan. Perpustakaan dalam arti yang sesungguhnya. Bangunan yang memadai, fasilitas yang cukup, ruangan yang nyaman, ketersediaan kitab yang lengkap serta elemen-eleman pendukung lainnya. Untuk membangkitkan minat baca, situasi dan kondisi harus diciptakan terlebih dahulu. Jika lingkungan sudah mendukung, saya penuh yakin bahwa kita pun akan bersemangat membaca. Buktinya? Sejak kitab-kitab dipindahkan dari rumah ke Baitul 'Azmi, saya memperhatikan Panjenengan mulai tertarik untuk membongkar, membolak-balik dan membaca-baca. Dengan sedikit ilmu bahasa Arab yang sudah dipelajari, rasa-rasanya Panjenengan penasaran untuk melihat-lihat isi kitab. Walaupun terkadang, rak kitab yang terbuat dari kayu itu tidak dirapikan kembali setelah “diobrak-abrik”.
He...heee....
Namun yang masih membuat sedih adalah belum tersedianya bacaan anak-anak kita. Ketika malam Jumat pekan pertama Ramadhan, anak-anak kita menginap di Baitul 'Azmi, hampir-hampir tidak ada buku bacaan untuk mereka. Sampai-sampai dengan suara cekikikan, saya mendengar anak-anak bergurau sesama mereka : "Kowe moco kuwi wae!" sambil menunjuk buku terjemah “Kado Untuk Mempelai”.
Nah, kita harus bergerak dan tergerak untuk bagaimana menyiapkan bahan bacaan untuk mereka. Supaya lahir generasi dengan minat baca yang tinggi. Ingat! Membaca itu adalah jendela ilmu. Barangkali buku bertemakan kisah-kisah, sejarah atau ensiklopedia Islam bisa menyuburkan keinginan baca mereka.
Nah, di sini kita bisa mempraktekkan kata-kata dari Bang Admin @kajianislamlendah diatas ”Mencoba Berbagi, Walau Sebesar Dzarrah”. Apa yang bisa kita berikan untuk anak-anak, marilah kita berikan. Tentunya kita tidak mau kelak anak-anak kita menjadi murid-murid Mbah Google atau yang semisal. Sebelum terlambat, sebelum mereka terlanjur cinta dengan buku-buku yang tidak bermanfaat, marilah kita bersama menciptakan ruang baca untuk anak-anak kita. Ruang dalam arti bangunan dan ruang dalam arti buku bacaan.
Sebelum pulang dari taklim, Pak Udin sempat menemui saya. Pak Udin yang profesinya berkeliling menjual sapu dengan menitipkan di warung dan toko. Pak Udin yang badannya kurus tinggi. Pak Udin yang dinding rumahnya masih batako tanpa dilepo dan diaci, yang lantai rumahnya masih baluran semen bercampur pasir tanpa keramik. Pak Udin yang bersahaja. Pendiam namun penuh semangat.
Tadi pagi menemui saya dengan berbisik : "Ustadz, nanti buku-buku terjemah dan majalah yang saya punya di rumah, akan saya bawa ke sini untuk Perpustakaan”. Baarakallahu fiik, Pak Udin. Dengan kesederhanaan yang ada pada Panjenengan, ternyata tidak menghalangi untuk sedikit berbagi walau dalam bentuk buku dan majalah. Lebih dari sebesar dzarrah.
Allahumma taqabbal yaa Kariiim .....
Saudaramu di jalan Allah
Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz
Lendah Kulonprogo
15 Ramadhan 1437 H
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
http://tlgrm.me/kajianislamlendah
Channel khusus renungan :
@renunganikhwan
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
0 Response to "Mencoba Berbagi Walau Sebesar Dzarrah"
Posting Komentar