MEMANDIKAN JENAZAH
435- وَعَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( دَخَلَ عَلَيْنَا اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَنَحْنُ نُغَسِّلُ ابْنَتَهُ، فَقَالَ: "اغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا, أَوْ خَمْسًا, أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ، إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ, بِمَاءٍ وَسِدْرٍ, وَاجْعَلْنَ فِي الْآخِرَةِ كَافُورًا, أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ"، فَلَمَّا فَرَغْنَا آذَنَّاهُ, فَأَلْقَى إِلَيْنَا حِقْوَهُ.فَقَالَ: "أَشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ" ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ: ( ابْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ اَلْوُضُوءِ مِنْهَا ). وَفِي لَفْظٍ ِللْبُخَارِيِّ: ( فَضَفَّرْنَا شَعْرَهَا ثَلَاثَةَ قُرُونٍ, فَأَلْقَيْنَاهُ خَلْفَهَا )
Ummu Athiyyah radliyallaahu 'anha berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam masuk ketika kami sedang memandikan jenazah puterinya, lalu beliau bersabda: "Mandikanlah tiga kali, lima kali, atau lebih dari itu. Jika kamu pandang perlu pakailah air dan bidara, dan pada yang terakhir kali dengan kapur barus :kamfer) atau campuran dari kapur barus." Ketika kami telah selesai, kami beritahukan beliau, lalu beliau memberikan kainnya pada kami seraya bersabda: "Pakaikanlah ia dengan kain ini (pakaian yang langsung bersentuhan dengan kulit, pent)." (Muttafaq Alaihi). Dalam suatu riwayat: "Dahulukan bagian-bagian yang kanan dan tempat-tempat wudlu." Dalam suatu lafadz menurut al-Bukhari: Lalu kami pintal rambutnya tiga pintalan dan kami letakkan di belakangnya.
📌 PENJELASAN:
Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini adalah:
1⃣. Perintah Nabi : mandikanlah ia, menunjukkan wajibnya memandikan jenazah. Secara asal perintah Nabi hukumnya adalah wajib. Kewajiban di sini adalah fardlu kifayah, sebagaimana penjelasan para Ulama’
2⃣. Seorang wanita yang meninggal dunia, jasadnya boleh dimandikan oleh para wanita muslimah yang lain, sebagaimana jasad putri Nabi dalam hadits ini dimandikan oleh Ummu Athiyyah dan para Sahabat wanita yang lain.
3⃣. Boleh memandikan sebanyak 3 kali, 5 kali, atau 7 kali dengan jumlah ganjil jika dipandang perlu.
Ibnu Abdil Bar menyatakan: Saya tidak mengetahui ada seorangpun (dari kalangan Ulama) yang membolehkan memandikan dengan jumlah lebih dari 7 (Ta’siisul Ahkam juz 3 halaman 98).
Para Ulama’ berbeda pendapat tentang batas minimal memandikan jenazah adalah sekali atau 3 kali. Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin berpendapat 1 kali, sedangkan Syaikh Ahmad bin Yahya anNajmi berpendapat 3 kali, sebagaimana juga pendapat al-Muzani.
4⃣. Memandikan jenazah dengan air dicampur dengan daun bidara.
5⃣. Cucian terakhir diberi kapur (barus/ kamfer).
Pemberian kapur di akhir cucian tersebut berfungsi untuk menjaga jasad mayit agar tidak cepat rusak, menghasilkan aroma yang harum, sekaligus mengusir hewan-hewan kecil seperti semut, serangga dan semisalnya (asy-Syarhul Mukhtashar ala Bulughil Maram libni Utsaimin (4/23))
Pemberian kapur dilakukan pada anggota-anggota sujud (dahi, hidung, telapak tangan, lutut, dan ujung jari kaki), sebagaimana ucapan Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud:
الْكَافُورُ يُوضَعُ عَلَى مَوَاضِعِ السُّجُودِ
Kapur diletakkan pada tempat-tempat anggota sujud (riwayat al-Baihaqy dalam as-Sunanul Kubra no 6952 dan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf).
6⃣. Bolehnya mengkafani jenazah wanita dengan pakaian laki-laki (Syarh anNawawy ala Shahih Muslim (7/3)), sebagaimana Nabi shollallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk memakaikan sarung beliau pada jasad putrinya.
Namun, hal itu sebagai bentuk tabarruk (mengharap berkah) terhadap pakaian yang pernah dipakai oleh Nabi. Sedangkan untuk orang lain selain Nabi, tidak boleh diniatkan sebagai bentuk tabarruk, karena tidak pernah hal itu dilakukan terhadap para Sahabat sepeninggal Nabi, padahal mereka adalah manusia terbaik setelah Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam (Lihat Ta’siisul Ahkaam syarh Umdatil Ahkam karya Syaikh Ahmad bin Yahya anNajmi).
Abu Bakr dan Umar radhiyallahu anhuma adalah manusia terbaik setelah para Nabi dan para Rasul, dibandingkan dengan seluruh manusia dari Nabi Adam hingga akhir zaman nanti :
أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ سَيِّدَا كُهُولِ أَهْلِ الْجَنَّةِ مِنْ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ إِلَّا النَّبِيِّينَ وَالْمُرْسَلِين
Abu Bakr dan Umar adalah dua pemuka orang-orang dewasa penduduk surga dari awal sampai akhir kecuali para Nabi dan Rasul (H.R Ahmad, atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Albany)
Namun, tidak pernah dinukil dalam riwayat-riwayat yang shahih bahwa para Sahabat setelahnya ada yang bertabarruk dengan bekas pakaian, keringat, bekas air wudhu’, yang pernah dipakai keduanya.
7⃣. Mendahulukan mencuci anggota wudhu’ (wajah, tangan hingga siku, kepala termasuk telinga, telapak kaki hingga mata kaki) dan mendahulukan anggota tubuh yang kanan.
Untuk mulut dan hidung, tidak boleh mamasukkan air ke dalamnya, namun cukup membasahi kain yang akan digunakan untuk mencuci, kemudian membersihkan gigi, mulut, dan lidahnya. Hal itu sebagai pengganti berkumur (madhmadhah). Demikian juga untuk hidung, kain dibasahi kemudian digunakan untuk membersihkan rongga hidungnya (asy-Syarhul Mukhtashar ala Bulughil Maram libni Utsaimin (4/23))
8⃣. Untuk jenazah wanita, jika rambutnya panjang dikepang dengan 3 kepang di belakang kepalanya, seperti yang dilakukan para Sahabat wanita yang memandikan putri Nabi.
9⃣. Hadits ini juga dijadikan dalil oleh sebagian Ulama’ tentang larangan memandikan jenazah oleh orang yang berlainan jenis, meski mahramnya sendiri, kecuali suami istri. Nabi dalam hadits tersebut tidak memandikan jenazah putrinya, tapi menyerahkan pelaksanaannya pada para Sahabat wanita, dan beliau memberikan bimbingan tentang cara memandikan jenazah dari jarak jauh. Larangan tersebut hanya berlaku untuk jenazah orang dewasa atau yang berusia di atas 7 tahun. Adapun di bawah 7 tahun, boleh dimandikan lawan jenis. Sebagaimana jenazah putra Nabi Muhammad yang masih kecil bernama Ibrahim, dimandikan oleh para Sahabat wanita.
Jika seorang wanita meninggal di tengah-tengah kaum pria yang bukan suaminya, maka jenazahnya ditayammumkan. Orang yang mentayammumkan menepuk tangan pada tanah kemudian mengusapkan ke wajah dan kedua telapak tangan jenazah tersebut (asy-Syarhul Mukhtashar ala Bulughil Maram libni Utsaimin (4/23)). Demikian juga jika seorang laki-laki meninggal di tengah-tengah wanita yang bukan istrinya.
Jenazah juga tidak dimandikan namun ditayammumkan jika jasadnya rusak seperti terbakar mayoritas bagian tubuhnya sehingga menyulitkan untuk dimandikan.
〰〰〰
📝 Disalin dari buku "Tata Cara Mengurus Jenazah Sesuai Sunnah Nabi Shollallaahu Alaihi Wasallam (Syarh Kitab al-Janaiz Min Bulughil Maram)". Penerbit Pustaka Hudaya, halaman 51-57.
💺 Penulis: Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman حفظه الله.
👍 Semoga bermanfaat !!
〰〰〰〰〰〰〰
📚WA Salafy Kendari 📡
0 Response to "MEMANDIKAN JENAZAH"
Posting Komentar